JAKARTASATU.COM– Presiden Prabowo Subianto belum lama ini mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara. Anggaran yang dipangkas imbas Inpres ini mencapai Rp256 triliun.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyorotnya. Mengaku telah mengumpulkan data pengadaan dari Kementerian Pertahanan, Polri, dan Kejaksaan.
“Hasilnya? Anggaran mereka, khususnya yang terkait pengadaan alat keamanan, masih terbilang jumbo, DAN, yang patut disorot: barang-barang ini tidak relevan dengan kepentingan masyarakat. Misal, di Polri, ada pengadaan sistem monitoring digital senilai hampir Rp100 M dan kendaraan patwal netnotnetnot Rp87,5 M,” ungkap ICW lewat akun X-nya, Selasa (25/2/2025)
Terus, lanjut ICW, di Kejaksaan, ada pengadaan alat intelijen termasuk teknologi spyware sebesar Rp250 M. “Masalahnya, tidak ada jaminan duit proyek-proyek pengadaan itu akan dipangkas. Sejumlah pengadaan sudah masuk atau telah selesai dalam proses lelang, dan nilainya mencapai lebih dari 1 triliun.”
Bicara soal pengadaan, ICW ingat dahulu Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pernah bilang kalau fee sebesar 5-15 persen dalam proyek-proyek itu hal lazim. “Sekarang bayangkan, total duit pengadaan tiga lembaga itu adalah 49,6 T. Jika ada kasus pejabat matok fee 5-15%, artinya ada potensi duit negara bisa lenyap Rp2,4—Rp7,4 triliun.”
Patut diingat, kata ICW, menurut studi, pembelian alat keamanan dalam jumlah besar itu cenderung meningkatkan kekerasan terhadap warga sipil. Aparat yang sudah represif, bisa makin represif, dan represifitas mereka ini ironisnya dibiayai oleh uang pajak.
“Ogah sih, mit amit Bagi kami, tujuan dari kebijakan efisiensi anggaran ini patut diduga hanya untuk membiayai program-program populis Prabowo dan untuk sektor keamanan. Jadi overall, narasi hemat-hematan ini ya cuma omon-omon.” (RIS)