10 Prioritas Isu Bisnis dan HAM di Indonesia | SETARA - SIGI
10 Prioritas Isu Bisnis dan HAM di Indonesia | SETARA - SIGI

Liputan Khusus:

Menyulam Harapan: Transformasi Bisnis dan HAM Menuju 2025

Ditulis berdasarkan Laporan Business and Human Rights (BHR) Outlook 2025 dari SETARA Institute & SIGI Research and Consulting, artikel ini merupakan cermin dari perjalanan panjang dan kompleks yang harus ditempuh Indonesia dalam mewujudkan bisnis yang bertanggung jawab dan hak asasi manusia yang terjaga. Semoga kisah dan data yang disajikan dapat menginspirasi setiap lapisan masyarakat untuk terus berjuang demi keadilan dan keberlanjutan.
JAKARTASATU.COM – Di tengah dinamika global yang kian mengguncang tatanan ekonomi dan sosial, Indonesia sedang menapaki sebuah jalan baru—sebuah perjalanan transformasi di mana prinsip-prinsip bisnis dan hak asasi manusia (HAM) tidak lagi berdiri terpisah, melainkan saling menguatkan demi masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Laporan BHR Outlook 2025 menyuguhkan sepuluh isu prioritas yang menjadi pilar bagi perubahan mendasar dalam praktik bisnis di tanah air. Di balik angka dan data, tersimpan kisah-kisah perjuangan, inovasi, dan tekad kolektif yang menginspirasi setiap lapisan masyarakat untuk bangkit dan berbenah.
Menapak Jejak Perubahan: Dari Prinsip ke Praktik
Sejak UN Guiding Principles on Business and Human Rights diresmikan lebih dari satu dekade lalu, dunia bisnis telah bergeser paradigma. Dulu, HAM dianggap sebagai pelengkap—sesuatu yang diatur secara sukarela. Namun, di era 2025, integrasi HAM dalam setiap aspek operasional bisnis menjadi sebuah keharusan, bukan lagi pilihan. Indonesia pun menunjukkan kemajuan normatif yang signifikan melalui penetapan Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2023, sebuah terobosan yang mengukuhkan posisi HAM dalam kerangka hukum nasional.
Di balik kebijakan-kebijakan tersebut, terdapat semangat untuk mengubah paradigma bahwa bisnis harus berjalan seiring dengan keadilan sosial dan perlindungan HAM. Ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah panggilan untuk menyatukan kekuatan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan transparan.
Mengurai Sepuluh Isu Prioritas: Tantangan dan Peluang Laporan BHR Outlook 2025 mengidentifikasi sepuluh isu kritis yang harus menjadi fokus utama pada tahun ini, yang jika dijawab dengan tepat, dapat merubah lanskap bisnis di Indonesia. Di antaranya adalah:
  1. Tata Kelola Sektor Perkebunan, Pertambangan, dan Infrastruktur yang Transparan dan Akuntabel. Tantangan di sektor-sektor ini telah menimbulkan konflik agraria, praktik korupsi, dan ketidakadilan dalam distribusi hasil ekonomi. Kisah perjuangan para petani dan masyarakat terdampak mengajarkan kita bahwa transparansi bukan hanya soal angka, tetapi tentang kepercayaan dan martabat.
  2. Skema Perdagangan Karbon yang Berkeadilan. Di tengah desakan global untuk menekan emisi gas rumah kaca, Indonesia telah melangkah dengan memperkenalkan perdagangan karbon. Namun, di balik ambisi tersebut, terdapat perdebatan sengit antara pelaku industri dan aktivis lingkungan yang memperingatkan tentang risiko greenwashing dan finansialisasi alam.
  3. Perlindungan Hak Pekerja di Era Gig Economy. Revolusi digital membawa dampak besar pada dunia kerja. Pekerja lepas atau gig workers kini mendominasi sektor informal, namun perlindungan sosial dan hak-hak dasar mereka masih sering diabaikan. Di sinilah letak urgensi untuk menyusun regulasi yang tidak hanya mengakui keberadaan mereka, tetapi juga menjamin kesejahteraan dan keadilan kerja.
  4. Decent Work untuk Semua Pekerja dan Serikat Pekerja. Pekerjaan layak adalah hak setiap manusia. Dengan banyaknya kasus pelanggaran hak ketenagakerjaan, sudah saatnya memperkuat peran serikat pekerja dan memperbaiki standar kerja sehingga setiap pekerja mendapatkan perlindungan yang layak.
  5. Perlindungan Pekerja Migran. Di darat maupun laut, pekerja migran kerap menjadi korban praktik-praktik yang merugikan hak asasi mereka. Kisah mereka menyuarakan kebutuhan mendesak akan jaminan perlindungan dan akses ke keadilan, tanpa diskriminasi dan eksploitasi.
  6. Just Transition dalam Konteks Energy Transition. Seiring dengan pergeseran global menuju energi bersih, transisi yang adil harus diupayakan agar tidak ada pihak yang tertinggal. Hal ini menjadi krusial di tengah kekhawatiran terhadap dampak sosial dan lingkungan dari proses industrialisasi baru.
  7. Harmonisasi Kebijakan Perlindungan HAM dalam Operasionalisasi Bisnis. Agar prinsip HAM bisa diintegrasikan secara menyeluruh, kebijakan yang ada harus diselaraskan dengan kebutuhan lapangan. Ini merupakan langkah strategis untuk menciptakan sinergi antara regulasi dan praktik bisnis sehari-hari.
  8. Penerapan Kebijakan Mandatori Uji Tuntas HAM. Uji tuntas HAM bukan sekadar formalitas, melainkan mekanisme vital untuk memastikan bahwa setiap investasi dan kegiatan usaha tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.
  9. Pembiayaan Proyek oleh Sektor Keuangan yang Bertanggung Jawab. Sektor keuangan memiliki peran besar dalam menentukan arah pembangunan. Oleh karena itu, pembiayaan harus diarahkan pada proyek-proyek yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.
  10. Integrasi Bisnis dan HAM dalam ESG. Di era investasi berbasis ESG (Environmental, Social, Governance), pengakuan bahwa HAM merupakan bagian inti dari aspek sosial harus disematkan dalam setiap keputusan investasi. Ini adalah jembatan menuju bisnis yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Di Balik Angka: Kisah Nyata di Setiap Sektor
Di balik statistik dan tabel yang tertera dalam laporan, tersembunyi kisah-kisah nyata yang menggambarkan derita dan harapan. Misalnya, di sektor perkebunan, para petani kecil sering kali harus berhadapan dengan sistem sertifikasi yang kompleks dan minimnya dukungan pemerintah, meskipun mereka memegang peran penting dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, industri pertambangan yang kaya sumber daya alam juga menyimpan bayang-bayang konflik agraria, praktik korupsi, dan pertentangan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Sektor infrastruktur pun tidak kalah dramatisnya. Konflik agraria yang memanas di beberapa proyek strategis nasional mengingatkan kita bahwa di balik pembangunan megah, masih terdapat relung-relung masyarakat yang terlupakan. Masing-masing konflik ini menjadi cermin dari lemahnya implementasi prinsip HAM yang seharusnya menjadi dasar operasionalisasi bisnis.
Momentum Perdagangan Karbon: Harapan atau Ilusi?
Di tengah krisis iklim global, perdagangan karbon muncul sebagai salah satu solusi inovatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia, melalui kebijakan Nilai Ekonomi Karbon, telah membuka jalan bagi mekanisme pasar yang memungkinkan pertukaran kredit karbon. Namun, inisiatif ini pun menuai kritik tajam dari kalangan aktivis lingkungan yang menilai bahwa skema tersebut bisa jadi hanya alat greenwashing yang menyembunyikan praktik ekstraktivisme.
Kisah perdebatan ini menunjukkan betapa kompleksnya upaya mengintegrasikan prinsip lingkungan dengan hak asasi manusia. Setiap transaksi karbon, setiap kredit yang diperjualbelikan, menyimpan harapan akan perubahan—namun juga risiko kegagalan jika tidak didukung oleh komitmen kuat untuk transparansi dan akuntabilitas.
Perlindungan Pekerja: Menjaga Martabat di Tengah Era Digital
Perkembangan teknologi telah mengubah wajah dunia kerja secara drastis. Gig economy yang kian merajai sektor informal memberikan peluang baru sekaligus menimbulkan tantangan besar. Pekerja lepas yang kini menjadi tulang punggung sejumlah industri digital harus berjuang untuk mendapatkan perlindungan yang selama ini dianggap remeh.
Regulasi yang mulai disusun oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan jawaban atas desakan zaman. Namun, cerita mereka yang sering terpinggirkan mengingatkan kita bahwa transformasi digital harus disertai dengan keadilan sosial—agar setiap individu, tidak peduli status atau jenis pekerjaannya, dapat merasakan manfaat kemajuan tanpa harus mengorbankan hak dan martabatnya.
Just Transition: Membangun Masa Depan yang Inklusif
Transformasi menuju energi bersih dan pembangunan berkelanjutan tidak bisa lepas dari prinsip keadilan. Just transition menjadi konsep yang menekankan pentingnya memastikan bahwa proses perubahan tidak meninggalkan mereka yang rentan. Di Indonesia, sebagai produsen nikel terbesar dunia, pergeseran menuju industri yang lebih ramah lingkungan harus diiringi dengan perlindungan bagi pekerja dan masyarakat sekitar yang terdampak.
Kisah para pekerja di sektor pertambangan dan industri nikel, yang harus menghadapi tantangan polusi, konflik agraria, serta ancaman terhadap kesehatan, adalah pengingat bahwa transisi energi harus dilakukan dengan hati-hati. Keterlibatan semua pihak—pemerintah, perusahaan, dan masyarakat—merupakan kunci agar perubahan ini menjadi momentum untuk perbaikan sosial dan ekonomi yang menyeluruh.
Menuju Transformasi yang Lebih Baik: Panggilan untuk Aksi
Laporan BHR Outlook 2025 bukan sekadar rangkaian data dan analisis, melainkan sebuah seruan untuk bertindak. Di balik setiap angka, terdapat harapan dan impian bangsa Indonesia yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan bersama. Inilah saatnya para pemangku kepentingan—mulai dari pembuat kebijakan, pelaku usaha, hingga aktivis dan masyarakat sipil—bersinergi untuk membangun ekosistem bisnis yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.
Transformasi ini menuntut keberanian untuk menghadapi tantangan, kreativitas untuk menemukan solusi, dan komitmen yang tak tergoyahkan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan praktik bisnis benar-benar berpihak pada keadilan sosial dan lingkungan. Dari kawasan perkebunan yang memerlukan tata kelola yang transparan, hingga perdagangan karbon yang harus dibarengi integritas dan akuntabilitas, setiap langkah adalah bagian dari perjalanan panjang menuju masa depan yang lebih cerah.
Inspirasi di Tengah Perubahan
Di era globalisasi dan disrupsi teknologi, kisah perjuangan bangsa Indonesia dalam mengintegrasikan prinsip bisnis dan HAM adalah sumber inspirasi yang tiada habisnya. Setiap konflik, setiap tantangan, menyimpan pelajaran berharga tentang pentingnya kolaborasi dan inovasi. Di balik retorika kebijakan, terdapat realita kehidupan yang harus diperjuangkan—kisah para pekerja, petani, dan masyarakat yang terpinggirkan, yang dengan gigih berusaha mendapatkan hak-hak mereka.
Mari kita jadikan laporan ini sebagai titik tolak untuk merenungi, berinovasi, dan beraksi. Transformasi tidak terjadi dalam sekejap, tetapi melalui langkah-langkah kecil yang konsisten. Di sinilah, di persimpangan antara idealisme dan realita, terbentang harapan untuk sebuah Indonesia yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Meretas Jalan Menuju Masa Depan yang Lebih Adil
Dalam menghadapi tantangan global dan dinamika lokal, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk mengukir sejarah baru. Dengan mengintegrasikan prinsip bisnis dan HAM ke dalam setiap aspek pembangunan, bangsa ini tidak hanya berinvestasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada martabat dan kesejahteraan rakyatnya.
Laporan BHR Outlook 2025 mengingatkan kita bahwa perubahan harus dimulai dari kesadaran kolektif dan diiringi oleh tindakan nyata. Semangat untuk menciptakan tata kelola yang transparan, perlindungan bagi pekerja, dan keadilan dalam setiap transaksi bisnis adalah fondasi bagi masa depan yang lebih berkelanjutan. Di sinilah, di antara tantangan dan peluang, terletak kekuatan untuk meretas jalan menuju Indonesia yang lebih inklusif, adil, dan penuh harapan.
Mari bersama-sama menorehkan cerita baru—sebuah narasi keberanian, inovasi, dan kolaborasi—untuk mewujudkan mimpi sebuah bangsa yang benar-benar menjunjung tinggi prinsip bisnis dan HAM demi kemajuan bersama. |WAW-JAKSAT

*Simak temuan lengkapnya di sini: 10 Isu Prioritas Bisnis dan HAM di Indonesia