Sudirman Said: Mafia Migas Masih Diternak?..
JAKARTASATU.COM– Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kabinet Kerja era Presiden RI ke 7 Jokowi Widodo angkat bicara diunggah di media sosial X pada 26/2/1025 terkiat berita “Bedol Petral’ berita Tempoco (23 Mei 2015), Bedol Petral DIREKTUR Utama Pertamina Dwi Soetjipto akhirnya membubarkan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan semua anak usahanya sesuai dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Selanjutnya, pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak dijalankan oleh Integrated Supply Chain. Dengan pembubaran ini, apakah jual-beli minyak mentah akan menjadi transparan dan efi sien? Siapa yang kebakaran jenggot?
“Saya tidak tahu apa yang tengah terjadi di Pertamina,” kata Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kabinet Kerja era Presiden RI ke 7 Jokowi Widodo, Sudirman Said.
“Apakah Transformasi besar-besaran yang digagas Dirut Pertamina (alm. Arie H. Soemarno), sudah tidak berbekas?,” imbuhnya.
Lanjut dia apakah “Mafia migas” yang dibubarkan pada tahun 2015 sudah beranak pinak, diternak di era Joko Widodo?.
“Di tahun 2014 saya pernah katakan kepada Presiden Joko Widodo: “Penataan energi dan pemberantasan mafia migas bukan soal teknis, tapi soal kelurusan pemimpin negara”,” ungkap Sudirman Said.
“Keadaan hari-hari ini adalah bukti bahwa negara kita sedang dikepung oleh korupsi akut dan praktik perburuan rente yang menyakitkan rakyat,”
Lantas Sudirman Said menunggu langkah yang akan diambil Presiden Prabowo
“Apakah Presiden Prabowo akan melanjutkan situasi ini?. Kita menunggu satunya kata dan perbuatan,” tanyanya.
“𝗜𝗻𝗱𝗼𝗻𝗲𝘀𝗶𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗻𝗴 (𝘀𝗲𝗱𝗮𝗻𝗴) 𝗴𝗲𝗹𝗮𝗽 𝗸𝗼𝗸!!. Mungkin elite yang sedang bancakan tak merasakan kegelapan itu, karena tidak tau rasanya miskin,” Sudirman Said menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menggeledah sejumlah tempat untuk mendalami kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Hingga saat ini, penyidik dari Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah melakukan penggeledahan yang keempat kalinya.
Penggeledahan keempat ini diketahui mulai dilakukan pada Selasa (25/2/2025) pukul 12.00 WIB dan menyasar di dua lokasi sekaligus di Jakarta Selatan.
Dua lokasi penggeledahan ini disebut merupakan milik pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu rumahnya yang berada di Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan sebuah kantor di Plaza Asia Lantai 20, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.
Diketahui, Kompas (26/2/2023) “Rumah Riza Chalid Digeledah Kejagung Buntut Kasus Minyak Mentah Pertamina Niaga”. Riza Chalid merupakan ayah dari salah satu tersangka dalam kasus minyak mentah ini, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang menjabat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Geledah rumah 7 tersangka
Sebelum menggeledah rumah Riza Chalid, penyidik sudah lebih dahulu menggeledah rumah dan kantor tujuh tersangka dalam kasus ini.
Penggeledahan sebelumnya itu merupakan kali yang ketiga dilakukan penyidik dan berlangsung pada Senin (24/2/2025) malam, bertepatan dengan pengumuman tujuh tersangka.
“Penggeledahan yang ketiga itu dilakukan tadi malam di tujuh tempat berbeda yaitu rumah masing-masing dari para tersangka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar saat konferensi pers di Gedung Kartika kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa (25/2/2025).
Rumah para tersangka yang digeledah ini terletak di sejumlah titik di Jakarta.
“Jadi, ada yang di Taman Bintaro, ada yang di ruangan kantor di Kecamatan Gambir, ada yang di rumah di Kecamatan Pondok Aren, ada yang di daerah Cimanggis, ada rumah dinas di Cilandak, ada rumah di Kebayoran Lama, dan ada rumah di Kelurahan Cipete Selatan,” kata dia lagi.
Temukan uang
Dalam penggeledahan ini, penyidik menemukan sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai hingga ratusan juta rupiah.
“Semalam juga penyidik menemukan uang 20 lembar mata uang pecahan 1.000 dollar Singapura. Kemudian, ada 200 lembar mata uang pecahan 100 dollar Amerika. Dan, 4.000 lembar mata uang pecahan Rp 100.000 dengan total Rp 400 juta,” ujar Harli.
Selain itu, penyidik juga menemukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik berupa ponsel dan laptop.
Dokumen ini akan lebih dahulu dipelajari oleh penyidik Jampidsus untuk melihat ada tidaknya kaitan dengan regulasi dan kebijakan dalam kasus perkara ini.
“Tentu dokumen juga ini akan dipelajari karena dokumen terkait dengan berbagai regulasi dan barangkali ada suratan-suratan kebijakan di sana, nah ini juga akan dipelajari secara saksama oleh penyidik,” lanjut dia. (Yoss)