Fikri Jupri/ist

Obituari: MENGANTAR FIKRI…

Oleh Renville Almatsier

Kemarin,  tanggal 6 Maret 2025, kami sedang “mengobrol” pagi  di grup WA “Reborn TEMPO”. Di situ kami, kawan-kawan eks Majalah TEMPO, biasa bertukar cerita dan informasi. Tepat hari itu mantan “alma mater” kami, Majalah TEMPO berulang tahun ke-54. Ketika obrolan makin rame dengan nostalgia dan rencana reuni, tanpa di duga masuk kabar mengejutkan.

Telah meninggal dunia sahabat kami Fikri bin Hasan Al-Jufri . Fikri meninggal dunia dalam usia 88 tahun dan akan dimakamkan  siang itu juga. Kami semua tentu saja terhenyak dan, berduka. Ia sudah lama menderita sakit. Namun setiap kali Keluarga Besar TEMPO mengadakan reuni atau halalbihalal, ia selalu menyempatkan hadir walau di atas kursi roda.

Obrolan di WA pun bubar. Saya mengabarkan berita ini kepada Martin Aleida, teman seangkatan dalam “generasi Senen Raya 83”. Martin yang sastrawan itupun menulis dalam pesannya:  “Tak hanya airmata, hati merana, membaca keberangkatanmu Fik. Kau termasuk kolega yang memberi arti bagiku dan anak istriku. Suka duka yang tak terpermanai. Allah telah memuliakanmu. Alfatihah”.

Ya, kami sangat mengenal Fikri atau yang lebih populer dipanggil FJ. Di mata saya FJ adalah contoh wartawan yang ideal. Ia memang dikenal sebagai wartawan andal. Dia jagonya dalam mendekati dan lihay menerobos nara sumber berita. Naluri beritanya tajam dengan kemampuan lobi yang kuat hingga mendapatan bahan ekslusif. Ia pinter bergaul dan teman ngobrol yang mengasyikkan. Makanya temannya banyak, dimana saja. Termasuk pejabat. “Saya Al Jufri, bukan Al Capone”, katanya mengenalkan diri.

Pada masa awal jadi reporter, dari FJ saya pernah mendapat assignment menemui seorang pejabat perdagangan di Kedubes AS di Merdeka Selatan. Saya harus mengorek info tentang PL-480, sebuah kebijakan program bantuan pemerintah AS kepada negara-negara berkembang, yang kontroversil. Sebelum berangkat saya yang belum siapa dibriefnya singkat. Alhamdullillah saya berhasil membawa info yang dia perlukan. Waktu meliput kegiatan Komite Anti Korupsi, saya digonceng naik Vespa birunya dari Pecenongan, menemui beberapa narasumber.

Ketika sudah di TEMPO Senen Raya 83, setiap siang, seusai masing-masing kami menulis laporan, biasanya FJ hadir dengan joke-jokenya yang selalu bikin rame. Kalau ngeledek kita dia pun nggak tanggung-tanggung bikin kuping merah. Beberapa di antara kami, Yusril Djalinus, Herry Komar, Syahrir Wahab, Ed Zoelverdi, Salim Said dan lain-lain kini pun sudah tiada.

Fikri punya tempat khusus dalam kehidupan saya. Pertama, ia adalah murid ayah saya ketika duduk di bangku SMP. Menurut Ayah saya (alm.) Fikri, anak Gang Murtdho Matraman ini adalah murid yang lucu, usil, dan nakal. Saking bengalnya, Ayah yang kepala sekolah pun mengenalnya.

Saya bertemu lagi dengan dia di  Imada, organisasi mahasiswa lokal independen. Agaknya dia pernah membaca beberapa tulisan saya di Majalah Intisari. Melalui kawannya, yang senior saya di Imada, Marsillam Simanjuntak, ia mengajak  saya  bergabung dengan Majalah EKSPRES. Majalah dengan gaya jurnalistik baru ini, didirikannya bersama tiga “pendekar muda” lainnya Goenawan Mohamad, Christianto Wibisono dan Marzuki Arifin. Singkat cerita, itulah awal karier saya sebagai reporter walau masih berstatus mahasiswa.

Ketika pamitan karena mau keluar dari TEMPO, kepada Fikri saya lebih dulu melapor. Apa katanya ? “Ngapain lu mau masuk perusahaan gede,…cuma jadi sekrup dari mesin!…” Walau ngeledèk tapi ia merestui.   “Kalo lu nggak betah, balik aja ke sini”. katanya melepas saya. Sejak itu kami jarang bersua, namun kalau jumpa kelakarnya tidak berubah. Itulah FJ.

Tepat pada hari lahir Majalah TEMPO yang dibidaninya ia berpulang. Semesta melepasnya. Minggu-minggu yang basah oleh hujan dan banjir, sontak menjadi terik. Mendung yang semula menggayut hilang pada saat jenazahnya ditanam di TPU Karet Bivak disaksikan oleh putra-putrinya Amira, Kemal dan Karima.

Di antaranya tampak hadir melepas, rekan dan mitranya Goenawan Mohamad yang menyampaikan eulogi panjang tapi kurang terdengar karena  minimnya pelantang suara. Beberapa rekan yang hadir antara lain Marsillam Simanjuntak, Todung Mulia Lubis, Abdurachman Saleh, Ismid Hadad, Nadiem Makarim dan sahabat-sahabat TEMPO.

Tangerang Selatan, 7 Maret 2025