Menghina Sila Ke 4, Faizal Assegaf: Ledakan-ledakan Korupsi Didesign di Masa Jokowi

JAKARTASATU.COM-: Kritikus Fauzan Assegaf praktek politik copet, politik tipu, politik muslihat, politik kemunafikan. Rakyat marah terhadap oligarki, rakyat marah terhadap koruptor, berkali-kali ruang gelap hukum kita ada perundingan di sana antara Erick Thohir dengan Jaksa Agung, ini penghinaan. Demikian intro dalam diskusi dalam video yang diunggah di akun X pada Sabtu, 8/3/2025.

“Kenapa kekuasaan menjadi perkasa tipu menipu, menjadi hegemoni? Karena suatu bangsa tidak memiliki dasar-dasar ilmu pengetahuan yang hebat, tidak adanya sumber daya keimanan keseimbangan yang luar biasa,” sambungnya.

Disebutkan Faizal Assegaf, Mulyono yang kalau dari gorong-gorong menyalahkan satu bangsa dengan tipuan menipu, muslihat di segala dimensi,  korupsi dimana-mana. Ini baru pertamina, belum nanti Telkom dan lain-lain seluruh BUMN yang strategis itu nanti akan terbongkar satu persatu.

“Ledakan-ledakan korupsi yang memang didesign di masa Jokowi,” ujarnya.

Faizal Assegaf menegaskan harus ada satu lompatan berfikir untuk menyeimbangi cara berfikir tata kelola kekuasaan yang disuport oleh globalisasi, tangan-tangan International.

Ia menilai postur kekuasaan, fisik kekuasaan, program kekuasaan, agenda, semuanya dalam pasca jatuhnya Orde baru hingga sampai hari ini dipandu, digembala oleh tangan-tangan kekuatan asing.

“Dimana kekuatan energi lokal yang menyumbang terhadap kebangkitan konsolidasi demokrasi berbasis ideologi Pancasila,  ngga ada. Justru bertentangan,” tukas Faizal.

Di kemukakan Faizal, sementara energi perlindungan, kontemplasi para pendiri negara, pembentuk gagasan konstitusi dan ideologi panca sila. Kita ambil satu kalimat yang sangat cemerlang sebenarnya, yakni Sila ke 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan.

“Hidmat kebijaksanaan, rakyat yang dipimpin hidmat kebijaksanaan sila ke 4 itulah mengandung filosofi yang tinggi. Artinya para pendiri, para pencetus Indonesia sudah punya dasar perenungan meta fisika, teologis yang melampaui gagasan ideologi negara lain,” urai Faizal.

“Sudah memberikan peta jalan bagi masa depan, peta jalan bagi pergerakan bangsa ini bahwa sistim konsolidasi kekuasaan,  demokrasi dan negara harus dilandasi oleh sikap hidmat kebijakaanaan. Menciptakan manusia yang jujur,  manusia yang hidupnya sederhana, pemimpin yang demikian pasti diuber-uber oleh umat,” Faizal menambahkan.

“Nah kekuasaan yang ada ini tidak demikian. Yang ada Praktek politik copet, politik tipu, politik muslihat, politik kemunafikan kemunafikan. Rakyat marah terhadap oligarki, rakyat marah terhadap koruptor , berkali-kali ruang gelap hukum kita ada perundingan di sana antara Erick Thohir dengan Jaksa Agung, ini penghinaan terhadap sila ke 4. Tidak bijaksana dalam tata kelola negara,” Faizal menandaskan.

“Harus sudah bangkit dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan yang terbarukan. Tidak lagi dengan cara pikir lama,” imbuhnya.

Menurut Faizal, transformasi dipakai sebagai landasan untuk migrasi cara berfikir revolusioner. Jadi metode konsolidasi sistim yang dibangun, lakon kepemimpinan sebagai antitesa dari kekuasaan yang ada itu juga harus berubah secara fundamental. Bari bisa mencapai satu psikologi yang mengantarkan kita pada landasan baru yang revolusioner.

“Jadi udahlah,  ini dilema bagi bangsa Indonesia, semua akumulasi kemarahan ini kalau menumpuk maka Jokowi diuntungkan karena Jokowi lagi menunggu semua orang marah kepada Prabowo, kemudian dengan dinamika itu dia tunggangi berdasarkan peta kasus-kasus yang Jokowi sudah ciptakan,” Faizal menegaskan.

Maka untuk mempercepat pintu masuk mendorong Gibran untuk berkuasa. Jangan mengatakan bisa dibatasi. Ya tidak.

“Hari ini semua partai cium tangan kepada Gibran, bukan kepada Prabowo. Hari ini jaringan oligarki keuangan kepatihan kepada Gibran bukan kepada Prabowo,” ungkap Faizal.

Faizal menuturkan Pertarungan pada satu pasal aja di Mahkamah Konstitusi yang jelas-jelas gairah perlawanannya yang begitu kuat, kalaaah!. Lolos, meloloskan Gibran masuk berpasangan dengan Prabowo. Itu mengkonfirmasi kekuatan pemodal, infrastruktur politik ini sudah dikuasai karena ruang demokrasi kita politik transaksional, ruang kesadaran intelektual politik kita sebagai basis pengambilan keputusan rakyat tidak tersedia.

“Nah ini yang perlu kita lakukan harus ada ekstra pemikiran yang melampaui cara pandang politik lama. Sumber daya politik baru dengan basic digital yang tersedia harus dikonsolidasikan secara efektif. Karana itu yang tersisa punya rakyat,”  jelas dia.

Faizal mengatakan melalui media sosial keinginan rakyat tidak bisa diintervensi

“Ok rakyat boleh dikalahkan dengan segala kebijakan culas tapi hari ini juga rakyat menang di seluruh saluran media sosial menghukum para pejabat dan pembuat keputusan. Sampai hari ini kekuasaan manapun tidak bisa mengintervensi kehendak rakyat yang terlihat lewat akumulasi media sosial,” jelas Faizal.

“Yang dibilang viral, tranding topik masih dimenangkan oleh saluran suara rakyat. Nah modal ini digunakan sebaik mungkin untuk terus membuat jejaring laba-laba yang kuat dan menyambungkan. Saatnya menyambungkan rakyat dengan seluruh infrastruktur akademis,” pungkasnya. (Yoss)