Ilustrasi AI | WAW
Ilustrasi AI | WAW

Dilema Moral dalam Jurnalisme: Antara Gudeg Adem Ayem dan Jokowi

Oleh: Sarimin A. Saiman
PEKAN lalu, rombongan wartawan senior dan pernah menjadi Pimpinan Redaksi dan masih menjadi Pimpinan Redaksi menghadap mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo. Sepulang acara para pimred itu mententeng tas warna hijau bertulis Gudeg Adem Ayem.
Nah, dalam dunia jurnalisme, wartawan dihadapkan pada berbagai tantangan etika dan moral, terutama ketika berhadapan dengan tokoh-tokoh publik yang memiliki catatan kontroversial. Undangan dari mantan presiden yang telah dituduh melakukan berbagai pelanggaran, seperti merusak konstitusi dan menumpuk utang negara, menjadi momen refleksi bagi setiap wartawan. Dalam konteks ini, kita perlu menganalisis perilaku wartawan tersebut melalui lensa teori-teori jurnalistik yang ada.
Teori Jurnalistik dan Etika
Menurut teori Deontologi, wartawan memiliki kewajiban moral untuk menyampaikan kebenaran dan menjaga integritas. Menghadiri undangan mantan presiden yang dipandang sebagai “pembohong” dan perusak demokrasi, pelanggar konstitusi dapat menimbulkan pertanyaan tentang komitmen wartawan terhadap nilai-nilai ini. Apakah wartawan tersebut berkontribusi pada penyebaran informasi yang akurat, ataukah justru memberikan legitimasi kepada tindakan yang kontroversial? Mengapa ada pimred yang menganggap Jokowi Manusia Setengah Dewa? Apakah sedang menjilat atau kena hipnotis Jokowi?
Sementara dalam perspektif teori konsekuensialisme, wartawan harus mempertimbangkan dampak dari tindakan mereka. Jika kehadiran wartawan dalam acara tersebut dapat dianggap sebagai dukungan terhadap mantan presiden, maka konsekuensi dari tindakan tersebut bisa merugikan kepercayaan publik terhadap media. Wartawan perlu mengevaluasi apakah kehadiran mereka akan memberikan manfaat bagi masyarakat atau justru sebaliknya. []