Semoga Momentum Ramadhan Kali ini Mewujudkan Gerakan Kolektif Publik yang Tidak Omon-Omon
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Rakyat ideal memperlihatkan tidak lagi berperilaku omon-omon, seperti kritik melalui kalimat majas yang disampaikan Prabowo saat debat pilpres 2024 sebelum menjadi Presiden RI.
Karena andai tidak sekedar omon-omon, saat beliau menjadi Menhan RI, maka Jokowi mungkin kekuasaannya sudah ambruk karena kezalimannya, lalu siapa penggantinya? Tentu Prabowo sebagai kandidat tunggal sebagai presiden, sebagai seteru politik Jokowi pada Pemilu Pilpres 2019.
Dan akhirnya saat ini tidak berlebihan jika dikatakan bahwa negara Indonesia bakal menghadapi kendala serius dalam wujud krisis ekonomi diantaranya telah terjadinya proses PHK diberbagai perusahaan besar yang berakibat banyaknya pengangguran dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, semua merupakan dampak daripada sistim politik ekonomi dan pola penegakan hukum dengan penerapan suka-suka, konsep abnormalitas (bad leadership) spesialis Jokowi.
Impilkasi selebihnya nyata-nyata menghasilkan overlap tatanan hukum positif (norma yang berlaku), berikut gejala-gejala degradasi moralitas kepemimpinan di semua lini kekuasaan penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif).
Degradasi atau kemerosotan nilai-nilai politik, ekonomi dan hukum serta adab dan budaya implikasinya tak terhindarkan serta diyakini publik bakal terus menjadi faktor penyebab resiko kerugian besar pada sektor kepemimpinan Prabowo, terlebih Gibran yang tidak berkualitas akan terus di-endors oleh Jokowi setelah berhasil menjadi RI 2.
Selanjutnya Jokowi dan Gibran bakal tetap mengotori era Prabowo (Kabinet Merah Putih/KMP) melalui beberapa titipan Menteri yang diantaranya adalah tokoh partai, yang tiada lain hanya “untuk memproduksi uang tidak halal” demi preparing cawe-cawe untuk prospek Gibran yang bakal ‘dipaksakan’ duduki Kursi RI.1, diantara menteri dimaksud adalah Budi Arie, dan tentu saja sosok Bahlil, karena sinyal politik dari kedua tokoh ‘residu produk Jokowi ini’ ditandai dengan hobi menyanjung Jokowi secara berlebihan namun bertolakbelakang (beda realitas).
Untuk itu satire ‘omon-omon’ dari Prabowo adalah pukulan telak selain support (cambuk) bagi publik umumnya, Prabowo tahu dari sisi politik kekuatan rakyat amat sangat kuat dan menentukan, sesuai pepatah, “vox populi vox dei” namun kenapa tak digunakan secara serius pada saat Jokowi berkuasa sehingga Jokowi sampai-sampai kepingin 3 periode (inkonstitusional), ada pun batalnya 3 periode bukan karena perlawanan rakyat, namun karena faktor individual dari penolakan dari sosok Megawati.
Dan Prabowo selaku presiden sudah merasakan kebenaran filosofi Yunani dimaksud pada tahun 1998 (jatuhnya kekuasaan Orde Baru). Sehingga tak mungkin seorang Jendral Prabowo mau terperosok untuk kedua kali kedalam lubang yang sama.
Maka, untuk menghentikan Jokowi dan Gibran effect dalam kerusakan moral- mentalitas yang berkelanjutan termasuk mengantisipasi kerugian lebih besar negara kepada seluruh umat bangsa ini. Maka segera jangan lagi ‘omon-omon’ bantu tekan Prabowo agar memerintahkan kepada para abdi hukumnya ‘proses adili Jokowi dan copot Gibran’ dan disini Prabowo sekaligus mendapatkan bahan uji coba kepatuhan para pejabat khususnya yang Ia amanahkan di sektor law enforcement atau pejabat bidang penindakan hukum (law behavior) yakni Kapolri, Ketua KPK dan Jagung RI, maka andai mereka lalaikan fungsi jabatannya atau sengaja berlama-lama, obstruksi atau pembiaran (disobedient) yang justru berkesan loyal terhadap kelompok individual yakni Jokowi dan keluarga serta kroninya, dibanding berpihak kepada hukum serta demi persatuan bangsa ini maka bakal menjustifikasi Presiden menggunakan hak prerogatif, menggantikan para pejabat dimaksud kepada individu lain yang lebih profesional dan proporsional serta objektif.
Sementara desakan publik untuk adili Jokowi copot Gibran, memiliki dasar hukum kuat, karena terhadap diri anak beranak ini, masing-masing ada bukti langkah permulaan untuk digunakan menuju peristiwa proses hukum:
1. Jokowi si Raja Bual ada laporan Ijasah palsu dan praktik KKN di Mabes Polri:
2. Pada Gibran si anak haram konstitusi ada laporan di KPK.
Oleh karenanya ‘proses hukum adili Jokowi dan pencopotan Gibran anak haram konstitusi dari kursi RI. 2 ‘ mesti menjadi prioritas, rakyat mesti serius dan fokus (konsisten) dan praktiknya berupa bersatunya berbagai komponen dan kelompok gerakan, sehingga terakumulasi lahirkan gelombang besar.
Maka bila gelombang besar realita menjadi kenyataan, sama dengan bentuk pengabdian rakyat kepada pimpinan pemerintahan (ulil amr) karena mempermudah Presiden RI Prabowo membuang biang onak yang mengotori kehidupan bangsa ini, sang anak beranak Jokowi dan Gibran selaku musuh bersama bangsa (common enemy).