EDITORIAL JAKARTASATU.COM: RUU TNI, Order Baru Atawa Masa Lalu
Di tengah perubahan politik yang penuh drama, ada satu hal yang tetap abadi: Indonesia penuh korupsi. Ketika kekuasaan berganti dan jargon reformasi terus diteriakkan, kenyataannya praktik korupsi tetap subur, beradaptasi dengan wajah-wajah baru. Kasus Korupsi Pertamina mengerikan, bahkan kemarin mantan Gubernur Jabar digeledah oleh KPK. Padahal dia tim inti dari kampanye tim presiden yang saat ini memimpin. Ah..gitu deh…
Indonesia seolah lupa bahwa reformasi lahir bukan hanya untuk mengganti rezim, tetapi untuk memberantas budaya korup yang mengakar sejak Orde Baru.
Kini, kita melihat kuasa baru yang muncul dengan janji-janji. Tapi apakah benar ada yang terjadi? Ataukah ini hanya pergantian aktor dengan skenario yang sama? Yang lama pergi, yang baru datang, tapi mentalitasnya tetap: rakus, licik, dan oportunis.
Hilang Orde Baru apakah ini ke ‘Order Baru’ Korupsi bukan lagi sekadar penyalahgunaan anggaran atau suap dalam proyek besar. Sekarang, ia telah bertransformasi menjadi sistem yang lebih canggih:
Oligarki Politik – Kekuasaan terpusat pada segelintir elite yang saling menjaga kepentingan, memastikan bahwa perubahan hanya ilusi.
Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah – Kasus korupsi besar diselesaikan dengan negosiasi, sementara rakyat kecil dihukum berat hanya karena kesalahan sepele.
Kini ada dugaan Militerisme Berkedok Reformasi – Dengan dalih stabilitas dan nasionalisme, ruang demokrasi semakin dipersempit. Militer mulai kembali ke jabatan sipil, mengulang kesalahan masa lalu.
Media yang Dijinakkan – Pers yang dulu menjadi pilar demokrasi kini lebih banyak menjadi corong kekuasaan. Kritik diredam, opini dikendalikan. Jika ini terus berlanjut, kita harus bertanya: apakah kita benar-benar belajar dari sejarah, atau justru dengan sadar membiarkan negeri ini kembali ke sistem lama dengan kemasan baru?
Indonesia Mau Ke Mana?
Kita tak bisa terus menerus terjebak dalam siklus ini. Jika korupsi tetap dianggap normal dan kekuasaan terus melindungi kepentingan sendiri, maka demokrasi di negeri ini tak lebih dari panggung sandiwara.
Reformasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata akan menjadi sia-sia. Jika rakyat diam, maka kuasa baru akan semakin leluasa.
Jika DPR lemah, maka hukum akan semakin tunduk pada oligarki. Jika media bungkam, maka kebenaran akan menjadi barang langka.
Jangan biarkan Indonesia menangis. Jangan biarkan kuasa baru menjadi tiran baru. Jika kita tak bergerak secara kritis sekarang maka rakyat hanya akan jadi mainan terus. Semoga saja bukan datang dari Order Baru ke masa lalu yang penuh dengan kegelapan…Tabik…!!! (ed/jaks)