Faizal Assegaf: Supremasi Sipil Berubah Menjadi Supremasi Anarkisme, Premanisme Kampus
JAKARTASATU.COM— Kritikus Faizal Assegaf merespon demo mahasiswa di DPR meneolak Revisi UU TNI. Respon tersebut diunggah di media sosial X dengan disertai video pada Jum’at 21/3/2025.
“Mengapa begitu cepat desakan adili Jokowi berubah jadi demo mahasiswa anarkis melawan TNI, Presiden Prabowo di Jakarta, Jogja dan daerah lainnya?,” kata Faizal Assegaf.
Berikut penuturan Faizal Assegaf dalam video yang diunggah di Akun D-nya:
“Kenapa Gibran tidak digulingkan? Sejauh mana peran skenario tersembunyi PDIP, oligarki, Jokowi dan loyalisnya?,” imbuhmya
Faizal Assegaf menuturkan sangat banyak undang-undang dibuat yang menguntungkan oligarki, menguntungkan konglomerat hitam berpeluang menciptakan aneka koreksi, dimana mahasiswa? , Dimana LSM, tidak ada sikap? . Padahal dalam kerugiannya ratusan bahkan ribuan triliun.
Lebih lanjut, pengesahan Undang-undang yang meloloskan investasi dan juga memberi jalan besar kepada peluang utang luar negeri hampir 1000 T. Kenapa itu tidak menjadi isue sentral. Sementara revisi Undang-Undang TNI ini hanya menyangkut sinergi antara sumberdaya tentara, sumberdaya sipil dalam struktur eksekutif.
“Kalau tentara dilarang masuk di ruang eksekutif maka kemudian akal sehat publik juga akan mengatakan kenapa anda tidak mempersoalkan polisi yang begitu banyak di dalam struktur eksekutif. Kenapa juga anda tidak mempersoalkan rangkap jabatan yang begitu banyak di seluruh partai-partai ketua-ketua umum partai, di BUMN, Kementerian dan di berbagai lembaga negara,” tukas Faizal Assegaf.
Jadi harus dilihat secara jernih tetapi kalau kelompok perubahan ini tiba-tiba terjebak bermain dalam isue-isue seperti saya katakan di permukaan nampak mahasiswa tetapi di belakangnya. Terlebih isue itu berpindah dari kuatnya arus, keinginan keadilan menuntut Jokowi yang 10 tahun melakukan kejahatan kemanusiaan, aneka korupsi, penipuan politik. Kemudian berubah menjadi kebencian ke arah rakyat yang berseragam tentara.
“Hal tersebut kata Faizal sambil mengososk-gosok jidatnya agak kurang bisa memahami. Artinya kalau kita terjebak di sini maka kemudian orang-orang PDIP dan Jokowi tepuk tangan,” ia menandaskan.
“Kekacauan yang diciptakan sepeti yang tadi saya sebutkan, bisa dilihat oleh Prabowo secara jernih untuk memahami peta kekinian,” ungkap Faizal.
Faizak Assegaf menerangkan bahwa anarkisme itu bukan karakter dan perilaku kampus. Karena kegiatan kampus itu bersandar pada kekuatan moralitas dan intelektual sementara anarkisme itu adalah kerugian. Apa yang menjadi kekhawatiran orang tua, menjadi gelisah.
“Anak dari seorang miskin, petani, nelayan, yang mengumpulkan uang dari keringat mereka. Mereka menitipkan anak mereka ke kampus untuk belajar menjadi seorang yang intelek, yang morality kemudian berubah menjadi pelaku-pelaku anarkis, kekerasan atas nama demonstrasi anti tentara,” terang Faizal.
Faizal Assegaf menyebutkan fenomena gerakan mahasiswa yang turun ke jalan berpindah dari semangat intelektualitas dan moralitas menjadi kekerasan, ini mencerminkan pelemahan konsolidasi civil society. Mencerminkan gagal memperlihatkan wajah kampus yang bermartabat, beradab.
“Kalau ada orang tua atau elemen lain bisa menggugat para rektor, dosen yang melakukan pembiaran. Mengapa? Mereka yang menggunakan jaket kampus mengatasnamakan diri mahasiswa melakukan kekerasan,” kata dia.
Lanjutnya, kalau misalnya terjadi mereka mati dimana yang mati itu berasal dari keluarga miskin. Seorang anak petani, nelayan yang orang tuanya berharap anaknya kuliah bisa membuat sejarah kecerlangan di dunia intelektual. Tenyata gugur dalam demonstrasi yang anarkis.
“Bagaimana terminologi civil yang selama ini digaungkan menyoroti TNI misalnya , menjadi gugur dalam perjuangan yang anarkis. Perjuangan civil society yang katanya pro HAM, anti kekerasan menginginkan kedamaian sementara perilakunya justru terbalik. Supremasi civil berkah menjadi supremasi premanisme, supremasi anarkisme,” bebernya.
“Saya berada di jalan tengah mencoba membaca secara objektif dan saya ingatkan bagi para rektor, dekan, di seluruh kampus di Indonesia, hentikan pembiaran anak-anak mahasiswa yang melahirkan anarkisme karena itu adalah kegagalan kampus untuk menjamin lingkungan pendidikan yang damai punya dasar intelektual,” urai Faizal.
Lantas kata Faizal, siapapun mahasiswa yang melakukan pendekatan anarkisme, kekerasan yang menciptakan kecemasan bagi orang tua. Kalau orang tua dari keluarga miskin, petani, buruh, nelayan melihat anak-anak mereka mati di tengah jalan. Maka kita sama dengan membiarkan.
“Sebenarnya yang menjadi pelanggaran HAM besar mengatasnamakan akademisi,” ujarnya.
“Jadi penggunaan terminologi supremasi sipil yang selama ini digaungkan oleh kekuatan yang mengoreksi TNI, ini gugur,” tandas Faizal. (Yoss)