SERUAN YANG KELIRU
Sutoyo Abadi
Prabowo disibukkan dengan masalah hilir, lupa masalah di hulu kembali pada Pancasila dan UUD 45 ( asli ) diabaikan. Pendapat seorang teman dekat psikolog dari UI ( tidak mau disebut namanya) bahwa PS belum bisa jadi Kepala Negara RI.
Akibatnya berbagai masalah yang terkait dengan tata kehidupan masyarakat yang menuntut keadilan, ketenangan, ketentraman, kedamaian dan hidup normal tanpa rambu – rambu yang bisa menjaga keselamatan negara sudah dirobohkan, selamanya perjuangan rakyat akan terus bergolak.
Sebuah pergerakan yang menuntut kebersamaan dalam mengidentifikasi dan menyikapi dalam sebuah pergerakan. Faktanya dalam pergerakan masih muncul anomali, ketika beberapa aktifis bersama rakyat terus bergerak dan sebagian hanya menjadi penonton atau suporter, bahkan bertingkah seperti komandan.
Ketikan kita membaca seruan dalam berbagai grup WA atau berbagai media, diantaranya FB atau di akun X berupa kalimat atau kadang caption :
Lanjutan perjuangan, Gas poll, Kami siap mendukung, Segera bergerak, Ayo Bung maju, dll
Kendati seruan atau himbauan eksplisit tertulis sebagai dukungan moril, namun tidak diikuti dengan praktik nyata. Justru berkesan anomali kalimat perintah.
Temuan seruan, lanjutkan, gas poll, dll., faktanya ditujukan kepada mereka yang hadir dan sedang bergerak diterpa panas terik, mereka para tokoh dari berbagai lapisan dan intelektual, ulama, akademisi dan kaum profesinal serta para aktivis pejuang senior) yang realitas terlibat ikut andil gelar aksi dan turut berorasi saat demo, tidak kurang para aktivis yang dikenali sebagai intelektualis politik dan budayawan, ekonom dan ahli hukum.
Perjuangannya dengan segala resikonya dari anggaran pribadi, tidak jarang beradu keras dan menjadi korban kriminalisasi lalu masuk penjara.
Apa balasnya untuk karya agung para tokoh tersebut – terdengar hanya cuap – cuap “lanjutkan ! Maju ! Gas poll !
Bahkan paling miris ( amat sangat menyedihkan ) di sanubari para tokoh, untuk kata “kasihan bantu” ( maksudnya itu aktivis, itu ulama), sekedar dari jari di keypad hp nya di balik-bilik jamban di rumahnya.
“Sungguh miskin bahasa dan pengetahuan, sedih dan menyedihkan mereka tuna rasa, minus nalar tidak pahami pejuang akan marah jika dikasihani”
Para pejuang kadang hanya bisa menghela nafas ngelus dada, meradang sembari terus bergerak – mengetahui sebagian dari mereka hanya menonton sesekali jadi komentator dan seolah- olah sedang jadi komandan. Perasaan jengkel, mededeg dan marah harus di stop / di tahan dalam kalbu.
“Jika bisa sekedar menghormati teman – teman hentikan narasi ngasal – gas poll, lanjutkan perjuangan dll. Sebuah makna dalam perspektif analogis bentuk kalimat hanya perintah – ketika posisi hanya di tempat dengan imajinasi sebagai komandan atau panglima.”
Situasinya sangat gawat ketika kebijakan Presiden Prabowo masih berkutat di hilir, lupa, lalai atau pura – pura lalai, membutakan diri tetap tidak sadar bahwa masalah di hulu mutlak harus di selesaikan, yaitu kembali pada Pancasila dan UUD 45 ( asli ) diabaikan, perjuangan melawan kedzaliman dan ketidak adilan masih panjang. Semua terpulang nuraninya masing – masing untuk maju dan bergerak bersama. (*)
21/3/2025.