POLITIKUS TANPA KEPALA

by M Rizal Fadillah

Berita lanjutan bahwa Kantor Tempo kini dikirim oleh teroris berupa enam tikus tanpa kepala. Sebelumnya kiriman kepala babi tanpa badan. Rupanya pengirimnya sangat suka pada dua jenis hewan kotor yaitu babi dan tikus. Hanya yang pertama mono babi dan tikus sekarang lebih banyak, poli tikus. Teroris jorok dan kotor itu patut mendapat perhatian BNPT dan Densus 88, mereka berbahaya. Tukang penggal kepala.

Negara Indonesia dikuasai oleh kaum oligarkh yaitu sekelompok orang yang menjadi penentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem politik oligarki telah menggeser demokrasi, hal ini jelas berseberangan dengan aturan konstitusi bahkan ideologi. Pancasila ditendang oleh oligarkhi pengkhianat.

Oligarki bisnis adalah para taipan yang menguasai sektor penting dan strategis perekonomian Indonesia. Mereka menjalankan bisnis konglomerasi yang steril dari prinsip ekonomi kekeluargaan sebagaimana dikehendaki oleh pendiri negara dahulu. Kapitalisme itu menista ekonomi kerakyatan.

Oligarki politik diisi oleh segelintir politisi yang merasa kuasa dan seolah dipercaya oleh rakyat sehingga dapat mengatur semaunya malalui produk legislasi maupun kebijakan eksekutif. Politisi itu sering disebut juga politikus. Pada perilaku menyimpang dan kotor  politikus identik dengan poli tikus. Tikus-tikus pencuri, pengecut, dan penyebar penyakit. Perusak dan pencemar.

Enam tikus tanpa kepala dikirim ke media, sebenarnya tinggal dibuang saja. Tetapi aromanya masih terasa yaitu bau anyir banyak tikus. Ya kemungkinan terkuat pengirim itu adalah poli tikus. Repons Istana yang sinis saat kiriman kepala babi, menimbulkan kecurigaan. Sepertinya Istana memang pro pengirim.

Politikus di negeri ini, meski tentu tidak semua, menjadi bagian dari kekuasaan oligarki terutama ketum dan petinggi partai politik yang menjadi koalisi pemerintahan. Koalisi itu membangun oligarki. Partai politik sebagai elemen demokrasi nyatanya mempratekkan kepemimpinan yang tidak demokratis, ketum-krasi. Akibatnya partai politik menjadi entitas penginjak-injak demokrasi.

Politikus tanpa kepala merupakan sinyal bahwa politisi sudah kehilangan akal sehat dan idealisme untuk membangun rakyat yang kuat. Sebaliknya tikus-tikus itu nyaman memeras dan menindas rakyat, tidak peduli pada jeritan kepedihan hidup, memperkaya diri, korup, dan menjadikan politik hanya sebagai ajang bisnis atau transaksi pragmatis.

Politikus tanpa kepala adalah politisi berbadan busuk yang menjadikan legislatif sebagai pengekor kemauan kepala eksekutif, pengawas palsu, serta pejuang kepentingan instansional yang berbalas jasa. Berbaju dasi, banyak basa basi, galak di ruang komisi tapi berujung negosiasi melalui kerja fraksi. Oligarki yang sedang bersandiwara tentang demokrasi.

Kirimlah kepada komunitas kritis kepala babi, tikus tanpa kepala, kecoa, ular, kalajengking atau apapun. Semua itu hanya menjadi bukti bahwa para pengirim itu adalah hewan yang gemar memangsa sesama. Politisi sering berperilaku seperti hewan, mungkin ia sedang membuktikan benarnya pandangan Aristoteles  bahwa manusia adalah hewan yang berpolitik. Zoon Politicon.

Yang omong bisa saja tidak punya kepala, tapi lawan omongnya dipastikan punya kepala “Ndasmu !”

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 24 Maret 2025