EDITORIAL JAKARTASATU.COM : Koruptor, Pengkhianat Bangsa…!!!
RAKYAT dirugikan terus, jika korupsi dibiarkan berlangsung. Korupsi di negeri ini sudah seperti penyakit kronis yang terus menggerogoti kehidupan. Setiap tahun, kasus demi kasus terbongkar, tetapi bukannya berkurang, justru semakin menjadi-jadi.
Hukum yang seharusnya menjadi alat keadilan malah menjadi permainan para penguasa. Akibatnya? Rakyatlah yang terus dirugikan—pendidikan terbengkalai, layanan kesehatan buruk, harga kebutuhan pokok melambung, dan infrastruktur hancur karena dana publik diselewengkan.
Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap bangsa. Setiap rupiah yang dikorupsi adalah hak rakyat yang dirampas, anak-anak yang kehilangan akses pendidikan, pasien yang tak mendapatkan perawatan layak, dan jalanan yang tetap berlubang meski anggaran miliaran digelontorkan.
Belajar dari Negara Lain: Ketegasan adalah Kunci Mari kita lihat contoh dari negara-negara lain.
• Tiongkok pernah berada dalam jurang korupsi yang parah, tetapi gebrakan tegas pemerintahnya, termasuk hukuman mati bagi koruptor kelas kakap, berhasil membawa perubahan besar. Korupsi ditekan, ekonomi tumbuh, dan kepercayaan rakyat kembali.
Negara tetangga kita Singapura, di era 1950-an, juga penuh dengan pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan. Namun, di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew, sistem hukum dibangun dengan tegas tanpa pandang bulu. Hasilnya? Negara kecil itu kini menjadi salah satu yang paling bersih dari korupsi di dunia.
• Rwanda, negara yang pernah dilanda konflik dan kemiskinan ekstrem, kini dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di Afrika. Pemimpin mereka, Paul Kagame, memberlakukan kebijakan ketat dan transparan, serta memastikan koruptor dihukum tanpa kompromi.
Nah di Indonesia bagaimana Justru sebaliknya. Banyaknya OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK tidak serta-merta mengurangi korupsi. Justru, kasus demi kasus terus bermunculan, menunjukkan bahwa korupsi sudah mengakar dalam sistem pemerintahan.
Aparat hukum yang bisa dibeli membuat pemberantasan korupsi sulit dilakukan. Sering kali, kasus besar tenggelam begitu saja atau pelaku dihukum ringan dengan fasilitas mewah di dalam tahanan.
Korupsi di sektor vital seperti dunia energi, kesehatan dan pendidikan semakin memperburuk kualitas hidup rakyat. Lihat saja kasus korupsi bansos yang terjadi saat pandemi COVID-19—sebuah bukti betapa rakusnya para elite yang mengorbankan rakyat kecil demi kepentingan pribadi.
Alih-alih memberantas, banyak pejabat justru menikmati praktik korupsi dengan berbagai modus, dari anggaran fiktif hingga suap dalam proyek infrastruktur.
Rakyat dipaksa menonton sandiwara penegakan hukum, di mana koruptor besar bisa lolos dengan hukuman ringan atau bahkan mendapatkan remisi.
Saatnya Gebrakan Nyata!
Jika negara-negara lain bisa bersih dari korupsi, mengapa kita tidak? Hukuman bagi koruptor harus diperberat, bukan sekadar hukuman ringan yang bisa dinegosiasikan. Solusi yang harus dilakukan:
Hukuman berat tanpa kompromi : Hukuman mati bagi koruptor kelas kakap, seperti yang dilakukan di negara lain. Pencabutan hak politik seumur hidup bagi pejabat yang terbukti korupsi. • Penyitaan seluruh aset koruptor untuk dikembalikan kepada negara dan rakyat.
Reformasi total sistem hukum dan birokrasi : Penguatan KPK dan lembaga aparat hukum dengan kewenangan yang lebih besar. Penghapusan celah hukum yang memungkinkan koruptor mendapatkan keringanan hukuman.
Digitalisasi dan transparansi anggaran pemerintah agar rakyat bisa langsung mengawasi dan Peran aktif rakyat dalam mengawasi pemerintahan. Masyarakat harus berani melaporkan indikasi korupsi tanpa takut intimidasi.
Media dan jurnalis harus terus mengawal kasus-kasus korupsi tanpa kompromi. Tekanan publik harus terus diberikan agar pemerintah benar-benar serius memberantas korupsi.
Kesimpulan baiknya Rakyat harus bangkit melawan korupsi karena korupsi bukan hanya soal uang negara yang hilang, tetapi juga tentang hak-hak rakyat yang dirampas.
Pendidikan yang seharusnya gratis dan berkualitas menjadi mahal dan buruk. Kesehatan yang seharusnya terjangkau justru menjadi beban berat bagi rakyat kecil. Semua itu terjadi karena dana yang seharusnya untuk kesejahteraan malah masuk ke kantong segelintir orang.
Kita tidak bisa lagi hanya mengeluh tanpa bertindak. Rakyat harus bersatu melawan sistem yang korup ini. Jika hukum tidak bisa diandalkan, maka tekanan publik harus menjadi senjata utama. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan hanya terjadi ketika rakyat bergerak. Pertanyaannya sekarang, apakah kita akan terus membiarkan bangsa ini dijarah oleh para koruptor, atau saatnya kita bangkit dan merebut kembali hak kita?..
(ed-jaksat)