WANITA SELALU
Oleh Agung Marsudi
“Wanita selalu punya kata terakhir”
IKLAN Shell di majalah TIME, halaman 4, edisi 31 Agustus 1959 itu berjudul, “Women always have the last word”.
Women usually get what they want-have you notice? And one thing they want is fruit, in season and out.
Noticed something else? Women are buying more and more things in tubes. Foods, creams, sauces, polishes, pastes.
Beruntung wanita Indonesia, mewarisi segarnya buah tropis (tropical fruits), yang ranum, lagi menyehatkan. Berbeda dengan wanita Eropa, Amerika, atau wanita di belahan dunia manapun di jagad raya.
Wanita Indonesia bahkan tak butuh kecantikan plastik, suka yang polos, alami, “tak berbedak”. Sebab mereka yakin, meski tak bermahkota, di telapak kakinya sorga.
Di desa-desa, di kampung-kampung, di lereng-lereng gunung, wanita Indonesia selalu tampil apa adanya, tapi kaya “flavour and colour”.
Kata orang, wanita itu maunya dimengerti, maunya dipahami. Setelah dimengerti dan dipahami, tambah satu lagi, inginnya “menguasai”. Itulah kenapa dunia laki-laki berkelindan tiga ta; tahta, harta, wanita. Penguasa dan kekuasaan tak bisa dipisahkan dari wanita. Karena wanita selalu…
“Women always have the last word”. “Aku mau itu!” Dan Adam pun tergelincir dari sorga. Memenuhi maunya Hawa. Terlalu mahal harganya, jika tidak memenuhi maunya wanita. Wanita itu, sakti. Coba kalau berani, menteri keuangannya, bukan Bu Sri.
Bu Sri, urusan keuangan. Dewi Sri simbol kemakmuran. Wanita pun duluan tahu, George Soros di Tempo itu hanya rasa tempe.
Yogya, 2 April 2025