Waspada, Modus Cuci Uang Di Proyek PIK-2 Milik Aguan Dan Anthony Salim
[Catatan Perjuangan Melawan Oligarki PIK-2, Perampas Tanah Rakyat Banten]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Pada agenda silaturahmi Syawal ke Banten, yang diterima oleh KH Embay Mulya Syarif Sabtu lalu (5/3), penulis sudah menyampaikan adanya dugaan modus cuci uang (money loundry) di proyek PIK-2. Logika sederhananya, Mega proyek yang begitu besar biayanya, mustahil produknya dijangkau oleh rakyat Banten.
Bayangkan, tanah kavling siap bangun saja harganya dijual 29 juta per meter. Padahal, proyek ini merampas tanah rakyat yang modalnya hanya 50 ribu perak per meter. Sudah pasti, harga tanah di kawasan PIK-2 tidak mungkin dibeli rakyat Banten.
Lihat saja di lokasi PIK-1 yang sudah lebih dahulu terbangun. Siapa yang bisa beli dan menghuni kawasan elit dan eksklusif ini? Mayoritasnya non pribumi, bahkan asing. Cek saja kewarganegaraannya, apakah semua WNI? Apakah KTP Banten?
Dari Logika membangun, Megaproyek ini memungkinkan dijadikan sarana pencucian uang. Cuci uang maksudnya, uang hasil kejahatan (korupsi, narkoba, miras, perdagangan orang, judi, dll) di Investasikan dalam proyek PIK-2, sehingga seolah-olah nantinya uang yang dihasilkan dari proyek PIK-2 menjadi uang legal, yang kemudian bisa diintegrasikan ke sistem keuangan Negara melalui jasa perbankan yang tersedia.
Dalam isu ini, penulis mendapatkan info proyek PIK-2 mendapat dana (hitam) dari Konsorsium Bangkok dan Hongkong dengan nilai sekitar Rp. 60 Triliun. Dari jumlah tersebut, ada sekitar Rp. 16 Triliun sudah dicairkan. Sisanya, sekitar Rp 44 triliun tertahan karena ada penolakan rakyat Banten.
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Asal (Predicate Crime) dari kejahatan pencucian uang berasal dari Kejahatan Korupsi, Penyuapan, Narkotika, Psikotropika, Penyelundupan tenaga kerja, Penyelundupan migran, Tindak pidana di bidang perbankan, pasar modal, dan perasuransian Kepabeanan dan cukai, Perdagangan orang, Perdagangan senjata gelap, Terorisme, Penculikan, Pencurian, Penggelapan, Penipuan, Pemalsuan uang, Perjudian, Prostitusi, dan Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Diantara modus operandi cuci uang yang lazim adalah dengan Modus Real Estate Carousel dan Modus Investasi Tertentu.
Menurut jurnal.kpk.go.id, modus Real Estate Carousel ini melibatkan jual beli properti berulang-ulang antara perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu kelompok milik pelaku TPPU. Pelaku memiliki beberapa perusahaan dalam sektor properti di mana saham mayoritas dimiliki oleh dirinya sendiri.
Dengan berulang kali menjual properti antar perusahaan tersebut, pelaku dapat mencuci uang kotor dan menyamarkannya sebagai keuntungan dari transaksi properti.
Agung Sedayu Group (ASG/Aguan) bersama Salim Group (Anthony Salim), memiliki banyak anak usaha di bidang properti yang terafiliasi. PT CIS dan PT IAM pemilik sertifikat laut adalah contoh dua perusahaan afiliasi yang merupakan anak usaha Agung Sedayu Group.
Jadi, sangat mungkin Proyek PIK-2 dijadikan sarana cuci uang hingga sampai bersih, melalui sejumlah transaksi yang dilakukan berulang-ulang, hingga akhirnya nilai uang dari transaksi tersebut disintegrasi secara legal melalui sistem perbankan.
Adapun Modus Investasi Tertentu, sering kali memanfaatkan investasi pada barang-barang bernilai tinggi seperti lukisan atau barang antik lainnya. Pelaku membeli suatu barang, seperti lukisan, lalu menjualnya kembali kepada seseorang yang sebenarnya adalah rekan atau suruhan pelaku dengan harga yang sangat tinggi. Karena harga lukisan sulit diukur, pelaku dapat menetapkan harga yang jauh di atas nilai sebenarnya. Dana hasil penjualan ini kemudian dianggap sebagai dana yang sah, sementara uang kotor berhasil disamarkan.
Dalam kasus PIK-2, modus ini bisa digunakan melalui import bahan baku bernilai tinggi untuk industri properti yang dibangun Aguan. Sehingga, proyek PIK-2 bisa melakukan kombinasi modus operandi untuk mencuci uang.
Penulis pernah menonton video rapat antara sejumlah oligarki properti, dengan otoritas pemerintah sebelum terbitnya PP No 18 tahun 2021 yang menjadi sarana legalisasi perampasan tanah rakyat. Dalam video tersebut, ada permintaan dari salah satu oligarki properti agar pemerintah tidak terlalu mempersoalkan asal muasal uang dari para pembeli properti mereka, dengan dalih akan menghambat penjualan. Padahal, dengan tidak memperhatikan asal muasal uang, ini sama saja transaksi properti yang dilakukan sengaja didesain untuk mencuci uang, atau menyembunyikan asal usul uang dari kejahatan.
Kita tidak anti investasi, tidak anti pembangunan. Tapi kita semua menolak keras investasi untuk kedok cuci uang dan pembangunan dengan merampas tanah rakyat. Karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali tolak proyek PIK-2, stop seluruh kegiatan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim. [].