Presiden Gus Dur Tiap Senin Pagi Membuka Sesi Tanya Jawab Langsung dengan Wartawan…
“Silahkan apa yang mau ditanyakan?,” kata Gus Dur langsung membuka sesi tanya jawab dengan wartawan di Istana Kepresidenan.
Tidak ada kalimat pembuka apapun dari Gus Dur, kecuali mempersilahkan wartawan bertanya langsung kepadanya tetang apapun juga.
Jika wartawan (istana) kurang persiapan denga isue-isue aktual, bisa gelagapan menghadiri acara rutin tanya jawab Presiden-wartawan yang digelar setiap Senin pagi itu.
Waktu itu, tahun 2000-an, medsos belum semarak seperti sekarang tapi media online sedang mulai tumbuh. Selain detik.com ada juga astaga.com, portal berita yang investornya dari luar negeri. Selain media mainstream yang sudah eksis, media dari portal yang baru itu juga menempatkan wartawannya di Istana.
Dan waktu tidak ada keharusan verifikasi dari dewan pers seperti sekarang. Yang jelas, di era Gus Dur suasana Istana Kepresidenan lebih semarak. Suasana ini kontras dengan era wartawan Istana pda zaman Pak Harto.
Tidak semua wartawan Istana Kepresidenan berkesempatan mewawancarai Presiden sehingga ruang gerak wartawan juga terbatas dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Ketika rezim berganti, suasana di istana pun berubah.
Abdurrahman Wahid, lebih dikenal dengan nama Gus Dur Presiden RI ke 4./ist
Suasana perubahan itu sangat terasa di era Gus Dur ketika saya ditugaskan “padepokan silat” bertugas disana. Meskipun waktu itu Gus Dur memiliki tiga juru bicara, Wimar Witoelar, Yahya Staquf dan Adhie Massardi tapi Presiden tetap meluangkan waktu untuk membuka ruang dialog dengan wartawan secara langsung. Walaupun di hadapan Presiden, saya berusaha meniru pola hubungan wartawan di Gedung Putih dengan Presiden AS, tanpa batas dan tanpa ewuh pakewuh. Bertanya to.the point, jelas, tegas dan lugas.
Tanpa harus pakai diksi atau kalimat penghalus. Lagipun sebagai sosok ulama dan kiai yang pro demokrasi, Gus Dur sudah terbiasa berbicara dengan banyak kalangan yang berbeda latar belakang pemikiran, agama, suku dan budaya.
Forum tanya jawab langsung bukan hanya dengan wartawan, tapi Gus Dur melakukan rutin tiap selesai sholat Jumat dengan jamaah di Mesjid Baiturrahim. Forum dialog langsung ba’da Sholat Jumat ini justru yang sering dinantikan masyarakat sebab adakalanya Gus Dur sering melontarkan pernyataan kontroversial.
Bahkan Gus Dur pernah mengeluarkan kebijakan membubarkan Departemen Penerangan (sekrng Komdigi). Padahal, di era Orde Baru, Deppen termasuk salah satu departemen yang powerfull. Sebab waktu itu Menpennya menjadi juru bicara utama pemerintah disamping Mensesneg Pak Moerdiono.
Bahkah informasi harga semabako pun waktu itu diumumkan Harmoko, walaupun harga yan diumunkan dengan harga di pasar berbeda. Harmoko bukan hanya sebagai jubir tapi termasuk salah satu menteri yang disegani para pemilik media massa. Bahkan saking diseganinya (ditakuti), sejumlah pemilik media memberikan kepemilikan saham media kepada Harmoko.
Setelah Orba tumbang, saham-saham tsb dikembalikan Harmoko ke pemilik dan pengelola media. Kembali pada pola komunikasi Gus Dur, walaupun dia membuka banyak forum dialog dan komunikasi langsung dengan publik plus memiliki juga jubir, tidak menjamin masyarakat akan paham dengan program-program pemerintah atau mengerti dengan visi dan misi presiden.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengatakan bahwa kalaupun Presiden Prabowo Subianto mengundang semua pemred media, tidak ada jaminan program-program yang akan dijalankan pemerintah bisa dipahami masyarakat. Banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan seorang pemimpin (presiden).
–Tjahja Gunawan, wartawan Senior