EDITORIAL JAKARTASATU.COM: TIGA TANDA BAHAYA ITU
Saatnya Menyelamatkan Bangsa Ini dari Kepalsuan Politik di tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi dan transisi kekuasaan yang seang berlangsung, Indonesia justru sedang menghadapi bahaya yang jauh lebih dalam: krisis moralitas politik.
Krisis ini tidak selalu muncul dalam bentuk kekerasan atau kudeta, tapi dalam diamnya elite, lembutnya kebohongan, dan normalnya tipu daya kekuasaan. Tiga tanda itu kini muncul bersamaan: Ada Pertemuan Prabowo dan Megawati, Lalu ada Respons diam-diam SBY terhadap Trump, dan isu berulang tentang ramenya ijazah Presiden Joko Widodo.
Ketiganya adalah potret dari bangsa Indonesia yang sedang digiring dengan sistematis.
Baiklan kita mulai PERTEMUAN PRABOWO – MEGAWATI:
Pertemuan ini bukan rekonsiliasi. Ini adalah sinyal jelas bahwa pertarungan ide telah dikalahkan oleh transaksi elite.
Di mana posisi rakyat saat dua kekuatan besar ini berjabat tangan?
Apakah ini bentuk penguatan demokrasi, atau justru pengunci demokrasi dalam kotak besi kekuasaan yang tidak bisa dibuka?
Gibran adalah simpul simbolik yang menghubungkan mereka semua—Prabowo, Jokowi, dan Megawati. Tapi dalam simpul itu, ada jeratan besar: jeratan oligarki. Yang terjadi bukan rekonsiliasi ideologi, tapi kompromi untuk mempertahankan tahta.
SBY & TRUMP: TEGURAN DARI CERMIN LUAR NEGERI
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak sedang bicara soal Trump. Ia sedang menggunakan cermin luar untuk memperlihatkan wajah dalam negeri kita yang mulai rusak: Ketika hukum menjadi alat, Ketika media dikendalikan oleh buzzers, Ketika rakyat dipaksa memilih diam atau dibungkam.
SBY memilih cara elegan untuk mengingatkan bangsa ini. Tapi rakyat tidak boleh hanya membaca
elegansi—rakyat harus berani menyambung makna: Bahaya populisme sudah di depan mata kita.
IJAZAH JOKOWI: KEPALSUAN YANG DILESTARIKAN
Ramenya Ijazah Jokowi telah menjadi simbol dari pertanyaan yang tak pernah dijawab dengan tuntas. Negara lebih memilih diam, tertawa, atau membantah singkat. Tapi publik tetap menyimpan curiga.
Dan di balik curiga itu, ada bara:
Bara ketidakpercayaan terhadap sistem pendidikan, Bara keraguan terhadap mekanisme hukum, dan bara yang siap membakar kredibilitas negara dan lembaga pendidikan (kampus) jika terus dibiarkan.
Lantas apakah ijazah Jokowi palsu atau tidak, bukan lagi soal utama. Soalnya adalah kenapa negara tak pernah tegas menjawab dengan integritas penuh?
Akhirnya SELAMATKAN INDONESIA Kita tidak bisa menunggu lagi. Indonesia sedang terancam oleh kepalsuan yang dirawat. Demokrasi kita bukan hanya disandera, tapi sedang “dijual”—secara diam-diam, perlahan, dan sistematis. Jika rakyat tidak bersuara, elite akan terus berpesta.
Jika nurani tak bersikap, bangsa ini akan dibungkus dalam selimut sandiwara. Jika intelektual diam, maka sejarah akan ditulis oleh mereka yang haus kuasa, bukan haus kebenaran. Kita harus menyelamatkan Indonesia.
Sekarang. Dengan suara. Dengan sikap. Dengan kebenaran.
(ed-jaksat) Jakarta – Bandung, 8 pril 2025