Dok. KKJ Sumut
Dok. KKJ Sumut
JAKARTASATU.COM – Langkat, dini hari yang sunyi berubah jadi bara. Joko Purnomo (47), seorang ayah, suami, dan wartawan, baru saja terlelap di rumahnya yang sederhana di Jalan Besitang, Gang Musala, Alur Dua Baru, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat. Tapi pada Jumat (11/4/2025) pukul 01.45 WIB, suara dentuman keras memecah ketenangan. Disusul teriakan panik dari istrinya, Virda.
Ada nyala api yang menari di balik gorden kamar depan. Rumah mereka dilempar bom molotov oleh orang tak dikenal. Tak ada peringatan. Tak ada suara. Hanya ledakan sunyi yang bicara lewat kobaran.
Joko, Kabiro detiknewstv.com untuk wilayah Langkat, segera menyambar anak ketiganya yang sedang tidur. Tak sempat berpikir panjang. Naluri seorang ayah menyalip logika jurnalisnya. Menyelamatkan jiwa lebih dulu dari data dan narasi.
Namun, bagi Joko, ini bukanlah insiden biasa. Ia menduga kuat bahwa ini adalah konsekuensi dari pekerjaannya. Dalam beberapa bulan terakhir, terutama menjelang dan selama Ramadan, ia konsisten menulis tentang peredaran narkoba yang kian merajalela di Langkat. Sekitar 15 nama bandar narkoba pernah masuk dalam laporannya.
Pekerjaan ini, tentu, tidak menyenangkan banyak pihak. Tapi bagi Joko, ini panggilan profesi. Ini tentang keberanian untuk bicara, saat banyak memilih diam.
“Saya curiga ini berkaitan dengan pemberitaan soal narkoba. Saya tidak lihat pelakunya, tapi saya tahu arah teror ini,” katanya kepada Komite Keselamatan Jurnalis Sumatera Utara (KKJ Sumut), usai peristiwa itu.
Teror itu nyata. Tapi Diam Bukan Pilihan
Peristiwa ini menyulut kemarahan dan keprihatinan dari banyak pihak. KKJ Sumut – koalisi lembaga yang terdiri dari organisasi jurnalis dan masyarakat sipil – mengecam keras aksi tersebut.
Dalam pernyataan resmi, KKJ Sumut menegaskan lima sikap sebagai berikut:
  1. KKJ Sumut mengecam keras aksi teror terhadap wartawan/jurnalis yang menyangkut dugaan sementara terkait pemberitaan
  2. Meminta aparat penegak hukum untuk memproses laporan yang sudah dilayangkan korban, serta mengungkap motif serangan di balik kasus ini
  3. KKJ Sumut mengimbau kepada semua jurnalis/wartawan untuk bekerja secara profesional
  4. KKJ Sumut tidak mentolerir sikap/perbuatan oknum jurnalis/wartawan yang menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi/kelompok
  5. Mengimbau kepada semua masyarakat, bilamana tidak terima dengan pemberitaan, maka dapat menyelesaikannya dengan cara-cara yang telah diatur dalam UU Pers
“Ini bukan hanya soal Joko. Ini tentang keselamatan kerja jurnalis secara umum di Sumatera Utara. Ini tentang kebebasan pers,” ujar Array A Argus, Koordinator KKJ Sumut.
KKJ Sumut adalah perhimpunan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatera Utara, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut, LBH Medan, KontraS Sumut, dan BAKUMSU.
Mereka menegaskan solidaritas terhadap Joko bukan semata karena ia seorang wartawan. Tapi karena teror terhadap satu jurnalis adalah ancaman terhadap hak publik untuk tahu. Teror terhadap rumah, terhadap keluarga, adalah bentuk kekerasan yang tidak bisa dibenarkan, dalam bentuk apa pun.
“Kalau tidak terima pemberitaan, tempuhlah jalur yang disediakan undang-undang. Bukan dengan kekerasan,” tegas Irvan Saputra, Direktur LBH Medan.
Narasi Kebenaran Tak Akan Padam Oleh Api
Kini, aparat Polres Langkat telah menerima laporan Joko dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Namun publik menunggu lebih dari sekadar penyelidikan. Mereka menanti keberanian aparat menuntaskan motif dan menangkap pelaku.
Sebab, dalam setiap ancaman yang diarahkan ke jurnalis, ada harapan masyarakat yang ingin tahu lebih banyak tentang kejahatan yang bersembunyi di balik jubah kekuasaan, bisnis, dan kekerasan. Jurnalis seperti Joko, adalah jembatan dari suara publik ke ruang-ruang yang selama ini gelap.
Di rumah yang nyaris hangus itu, Joko berdiri. Masih dengan pena. Masih dengan tekad. Karena meski tidur diganggu teror, suara-suara di kepala seorang jurnalis tidak bisa dibungkam api. Dan seperti yang selalu diajarkan oleh sejarah: Ketika satu suara dibungkam, seribu lainnya akan bangkit. |WAW-JAKSAT