
JAKARTASATU.COM – Di tengah percakapan dunia yang kian riuh tentang kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan, ada satu momen hening yang tak boleh dilupakan: suara perempuan pekerja migran yang sering tenggelam di balik bandara, pelabuhan, dan ruang-ruang kerja asing. Suara yang membawa harapan, tapi kerap tak punya tempat kembali saat dirundung kekerasan dan ketidakadilan. Hari ini, suara itu dijawab.
Tepat di Hari Kartini, 21 April 2025, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan UN Women memperkenalkan SARI—Sahabat Artifisial Migran Indonesia. Sebuah nama yang terdengar akrab, hangat, dan tidak menggurui. Tapi lebih dari sekadar chatbot AI, SARI adalah komitmen digital untuk hadir di titik paling sunyi dan rawan dalam hidup perempuan pekerja migran: saat mereka tak tahu harus bicara pada siapa.
SARI lahir dari kebutuhan nyata, bukan dari ruang rapat ber-AC belaka. Ia dibentuk lewat pendekatan human-centered design dan proses partisipatif yang melibatkan para perempuan pekerja migran itu sendiri, para penyedia layanan, organisasi masyarakat sipil, hingga anak-anak muda yang percaya bahwa teknologi bisa memihak yang lemah. Hasilnya bukan sekadar aplikasi di layar ponsel, tapi sebuah teman bicara yang bisa dipercaya, tanpa stigma, tanpa prasangka.
