Penangkapan terhadap Ketua Umum KPBI adalah kriminalisasi gerakan buruh! Bebaskan Ilhamsyah (Boing) sekarang juga!
JAKARTASATU.COM – Pagi itu, Minggu 20 April 2025, langit Jakarta Utara belum sepenuhnya biru ketika suara toa dan pengeras terdengar dari Lorong 20 – Pos 9 – Gelanggang Remaja. Di tengah hiruk-pikuk pelabuhan yang tak kunjung tidur, ratusan buruh berkumpul, bukan untuk merayakan, tapi untuk bersuara. Di antara mereka, berdiri Ilhamsyah—atau Boing, begitu ia biasa disapa—seorang buruh, seorang pemimpin, dan hari itu, seorang tahanan.
Ilhamsyah bukan orang asing bagi lorong-lorong perjuangan buruh. Ia adalah Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), sekaligus Wakil Presiden Bidang Ideologi Partai Buruh. Saat itu, ia hadir bukan sebagai pengacau, apalagi kriminal, melainkan sebagai bagian dari Rapat Akbar Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI-KPBI), untuk menyambut datangnya Hari Buruh Internasional: MayDay.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Tanpa aba-aba, tanpa penjelasan gamblang, aparat membawanya pergi. Tidak ada megafon yang cukup keras untuk membendung ketidakpercayaan yang membuncah. Penangkapan itu, menurut Suara Muda Kelas Pekerja (SMKP), adalah bentuk “kriminalisasi terhadap kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat.”
Padahal, aksi yang digelar hari itu bermula dari keresahan nyata. Kemacetan yang menjalar hingga 12 jam di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok membuat sopir truk dan warga mengeluh. Aktivitas bongkar muat yang tak terkendali menjelma menjadi ironi ekonomi: ketika roda industri terus berputar, manusia di baliknya dibiarkan tersendat.
Rapat akbar itu bukan rahasia. Terbuka untuk umum, diumumkan resmi kepada media. Tapi transparansi tak menjamin perlindungan. “Penangkapan ini melanggar UUD 1945 Pasal 28E ayat (3),” tegas SMKP. “Ia tak bersalah. Ia hanya menyuarakan jeritan yang terlalu sering diabaikan.”
Pernyataan itu tidak hanya berhenti di meja redaksi atau ruang konferensi. SMKP menyerukan kepada seluruh rakyat pekerja, mahasiswa, jurnalis, dan masyarakat sipil untuk menyebarluaskan kabar ini. Mereka menuntut:
Pertama, bebaskan Ilhamsyah tanpa syarat. Kedua, hentikan segala bentuk intimidasi terhadap gerakan buruh. Ketiga, usut tindakan represif apparat. Dan keempat, lindungi hak dasar buruh untuk berserikat dan menyuarakan tuntutan secara damai.
“Kami tidak akan diam,” tegas Zidan Faizi, Ketua Umum SMKP. “Penangkapan terhadap Ilhamsyah adalah bentuk otoritarianisme yang tidak bisa dibenarkan.”
Di tengah kabut demokrasi yang semakin tebal, suara dari Lorong 20 hari itu bukan hanya tentang pelabuhan, bukan hanya tentang Ilhamsyah. Ia tentang kita semua—yang suatu saat mungkin juga ingin bersuara, dan berharap tak dibungkam karenanya. |WAW-JAKSAT
