Saat Kata-Kata Tak Lagi Netral dan Layar Kaca Kehilangan Cerminannya
JAKARTASATU.COM – Ada harga untuk segalanya. Bahkan untuk opini publik, narasi di televisi, dan berita yang seharusnya menggugah nurani.
Senin, 21 April 2025, di tengah riuhnya Jakarta yang nyaris tak pernah tidur, Tim Penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung mengetuk pintu kenyataan dengan penyitaan senilai lebih dari dua miliar rupiah. Namun bukan uang tunai yang mereka cari. Mereka menggenggam dokumen, invoice, dan rekam jejak digital—bukti dari sebuah skema yang menyulap hukum menjadi panggung pertunjukan opini.
Bayangkan, bagaimana selembar tagihan sebesar Rp153.500.000 dapat melahirkan 57 judul berita dalam satu bulan: tentang alasan kasus gula tak berlanjut, tentang tokoh-tokoh yang dibingkai dengan presisi naratif, tentang opini yang bukan lagi milik publik, melainkan pesanan.
Tersangka MS, seorang advokat, tak lagi hanya bicara di ruang sidang. Bersama Tersangka JS, dosen sekaligus rekan seprofesi, dan Tersangka TB, Direktur Pemberitaan JAK TV, mereka dituding menyusun satu orkestrasi besar—mengubah realitas menjadi wacana. Bukan untuk keadilan, tetapi untuk mempengaruhi jalannya penegakan hukum.
