Foto: dok. media Indonesia

JAKARTASATU.COM– Insiden kedatangan sejumlah personel TNI ke kawasan Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, pada Rabu malam (16/4), menuai kritik keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari aktivis hak asasi manusia, Rachland Nashidik, yang menyebut tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun.

“Apa pun alasannya, kejadian tentara mendatangi aktivis penentang revisi UU TNI adalah salah, perlu dikecam, dan tidak boleh berulang,” tegas Rachland di akun X-nya, Senin (21/4/2025).

Ia juga menyinggung bahwa tekanan terhadap kelompok sipil seperti ini bukanlah hal baru. Rachland mengenang pengalamannya saat lembaga IMPARSIAL yang ia pimpin mengkritik RUU TNI pada tahun 2004, menjelang akhir pemerintahan Presiden Megawati.

Menurutnya, dalam beberapa kasus, ada tentara yang bertindak atas inisiatif sendiri dan perlu didisiplinkan. Namun ia menambahkan, tindakan seperti itu tidak selalu mencerminkan kebijakan dari otoritas politik.

“Buktinya, kecemasan kami saat itu bahwa militerisme akan kembali melalui RUU TNI tidak terbukti,” ujarnya.

Insiden di UI terjadi sekitar pukul 23.00 WIB saat sekelompok mahasiswa tengah menggelar konsolidasi nasional terkait isu kebangsaan. Kegiatan itu dihadiri perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai kampus di Indonesia, serta sejumlah organisasi mahasiswa lainnya.

Komandan Kodim (Dandim) 0508/Depok, Kolonel Inf Imam Widhiarto, terlihat dalam foto-foto yang beredar luas di media sosial. Ia mengklaim kedatangannya berdasarkan undangan dari seorang mahasiswa berinisial F dan Kepala Bagian Pengamanan UI berinisial AR.

Namun, Direktur Humas UI, Arie Afriansyah, menegaskan bahwa kegiatan konsolidasi mahasiswa tersebut telah memperoleh izin resmi dari pihak kampus. Arie juga membantah adanya undangan dari rektorat kepada pihak militer.

“Pihak rektorat UI tidak pernah mengundang militer untuk menghadiri kegiatan yang digelar mahasiswa tersebut,” katanya.

Beberapa kalangan sipil dan organisasi pro-demokrasi mendesak agar tindakan tersebut diusut tuntas dan tidak terulang di masa depan. (RIS)