Jokowi Tidak Laporkan Prof Ova Rektor UGM? Why?
Sampai dengan saat ini, Jokowi “laporkan” 4 orang aktivis intelektual, pihak UGM terus sengaja memperlambat atau tidak mau memberikan informasi terkait kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) Jokowi saat kulih di UGM dan tidak mau menggubris segala tudingan ilmiah dari Dr. Rismon, bahwa foto yang terdapat di album Jokowi yang beredar luas adalah editan, dan juga tuduhan publik saat ini, UGM jelas jelas tidak hendak menunjukan album wisuda seluruh fakultas UGM alumni 1980.
Atau paling tidak UGM memperlihatkan dan menyerahkan daftar nama-nama mahasiswa fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 sekelas dan seangkatan Jokowi, hal untuk dan terkait memenuhi tuntutan keingintahuan publik ini tentuny, harus ada upaya pihak UGM mengundang reuni secara tranparansi para alumni UGM yang lulus tahun 1985 dengan masing-masing membawa buku agenda wisuda yang asli milik mereka sebagai bukti ikut dan hadiri acara wisuda (1985) dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Paling tidak dokumentasi nama-nama sebagai alumnus UGM khususnya eks mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang bernama Joko Widodo dengan Wajah Asli Jokowi Usia 25 tahun?
Maka saran kepada Jokowi, atas upaya negatif pelayanan publik yang dilakukan oleh UGM yang justru membuat kredibilitas nama baik Jokowi selaku (saat) menjabat presiden bahkan sampai dengan mantan presiden, rumor diri Jokowi menggunakan ijazah palsu semakin hot, sehingga semakin dipercaya publik secara meluas, atau catatan biografi Jokowi mengindikasikan makna wasiat JasMerah (sisi negatif) sesak sarat keburukan.
Untuk.itu, bukankah sebaiknya Jokowi melakukan upaya untuk menepis ketidakpercayaan publik terhadap keaslian ijazah S.1 miliknya dikarenakan faktor kesengajaan atau kelalaian Pihak UGM yang memperlihatkan anomali daripada kewajiban melayani keterbukaan informasi publik, sebagai wujud birokrat ASN yang semestinya tunduk kepada asas penyelengara pemerintahan yang baik (good government), terlebih civitas akademik UGM bergelut di sektor edukatif (rektorat dan dekanat).
Oleh karenanya relevansi dan bijaksana andai Jokowi justru melaporkan pihak UGM atau prof ova selaku rektor atas kelalaiannya menanggapi keterbukaan informasi publik dan acuh terhadap hak peran serta masyarakat, sehingga implikasinya semakin merugikan dirinya kelak andai dipaksakan laporan Jokowi terhadap 4 orang aktivis, Jokowi menjadi tontonan gratis dan bulan bulanan di saat Jokowi “tertuduh publik” pengguna ijazah palsu menyampaikan kesaksian dihadapan persidangan yang terbuka untuk umum.
Atau kah laporan Jokowi ini, akan menambah bahan untuk publik dan penilaian hukum kelak, bawa begitu kekehnya Jokowi mempertahankan kebohongan atau sebaliknya?
Jokowi akan lebih elegant, ketimbang berlaku kontradiktif terhadap sistim hukum, karena malah melaporkan 4 orang aktivis yang dipastikan 1 orang ahli kesehatan (dr Tifa) , 2 orang pakar IT (Dr. Roy Suryo dan Dr. Rismon H Sianipar), yang notabene sesama alumnus UGM “sama dengan Jokowi” dalam konteks pengakuan Jokowi dan pihak UGM? Dan seorangnya lagi laporannya ditujukan kepada individu sosok Rizal Fadillah, selaku anggota pengurus TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) yang ke empat orang tersebut diketahui mayoritas publik aktif mecari dan memperoleh kejelasan dan kebenaran dalam koridor sesuai sistim hukum peran serta masyarakat.
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)