
JAKARTASATU.COM– Upaya penyelesaian masalah kartel energi di Indonesia membutuhkan pendekatan politik-ekonomi yang tegas, bukan sekadar solusi kultural. Hal ini mengemuka dalam diskusi terbatas yang membahas strategi menghadapi praktik kartel di sektor hilir energi—disampaikan Rocky Gerung, pengamat politik.
Rocky dalam diskusi “Kebijakan Melawan Alam: Gersang Harus Damai”, Kamis (24/4/2025), di Jakarta menegaskan bahwa penyelesaian masalah kartel tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan kebudayaan atau administratif belaka. “Prabowo berupaya menghancurkan semua ini. Tinggal kita tuntut sejauh mana ketegasan itu akan dikejar,” ujarnya.
Analisis politik-ekonomi dinilai penting untuk mengungkap transaksi yang memungkinkan kartel tetap beroperasi. “Ada orang kartel, ada pebisnis, ada yang mengatur kuota. Kita harus punya energi etik untuk mempersoalkan korupsi energi,” tegasnya.
Diskusi juga menyoroti pentingnya peran masyarakat sipil dalam mendorong transparansi kebijakan energi. Beberapa poin kunci yang diangkat:
Kampanye Intelektual: Selain demonstrasi, perlu memanfaatkan forum internasional seperti Global Compact untuk mendesak perubahan kebijakan.
Akses Langsung ke Presiden: Laporan masyarakat harus sampai langsung ke meja Presiden tanpa filter dari pihak tertentu.
“Presiden Prabowo adalah pembaca buku. Dia paham risiko, tapi perlu informasi langsung dari masyarakat,” jelas narasumber.
Meski optimis dengan komitmen Prabowo, peserta diskusi mengingatkan bahwa lingkungan kepresidenan sering kali memfilter laporan masyarakat. “Kita harus pastikan suara masyarakat sipil benar-benar didengar, bukan melalui juru bicara atau pejabat yang mungkin memiliki kepentingan,” katanya.
Ia juga menyindir perlunya keseriusan semua pihak, termasuk “keegoisan untuk mencari udara bersih” sebagai metafora dari komitmen terhadap lingkungan dan keadilan energi. (RIS)