Dua Balita Tewas, Seorang Pekerja Gugur—Siapa yang Bertanggung Jawab?
JAKARTASATU.COM – Rokan, Riau, Di tanah yang kaya minyak ini, nyawa manusia tampaknya hanya menjadi angka dalam laporan kecelakaan kerja. Blok Rokan, yang selama puluhan tahun menjadi andalan energi nasional, kini menjadi saksi bisu dari dua tragedi memilukan dalam waktu berdekatan.
Dua balita tenggelam di kolam limbah yang tak berpagar. Seorang pekerja tewas tersengat listrik akibat prosedur yang diduga lalai. Satu pertanyaan besar muncul: Apakah keselamatan manusia tak lebih penting dari minyak yang terus dipompa dari perut bumi Riau?
Kuburan Sunyi di Ladang Minyak
Rokan adalah simbol kejayaan migas Indonesia. Sejak dikelola oleh Chevron hingga kini diambil alih oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), ladang ini terus menyumbangkan jutaan barel minyak bagi negara. Namun di balik laporan produksi dan target lifting, ada kisah kelam yang tak tertulis di dalam laporan kuartalan—kisah tentang nyawa yang melayang karena kelalaian.
1. Tragedi Kolam Limbah: Dua Balita Tak Bernyawa
Di sebuah sore yang seharusnya biasa, warga di sekitar Petani 55 Kolam Mud Pit, Blok Rokan, menemukan dua anak kecil terbujur kaku di dalam kolam limbah bekas pengeboran. Kolam itu dibiarkan terbuka, tanpa pagar, tanpa peringatan.
Seorang warga yang pertama kali melihat kejadian itu berkata lirih, “Apakah tempat ini bukan untuk manusia? Kenapa dibiarkan seperti ini?”
Kolam itu kini telah ditutup dengan tanah. Tapi dua nyawa tak bisa dikembalikan.
Fakta-fakta yang mencengangkan:
- Kolam limbah ini adalah bagian dari wilayah kerja PHR.
- Tidak ada sistem pengamanan yang memadai.
- Tidak ada pagar atau tanda peringatan bahaya.
- Warga sekitar sudah sering mengeluhkan soal keamanan area ini.
Dari laporan yang diterima, tidak ada SOP yang diterapkan untuk mencegah tragedi semacam ini. Padahal, pengelolaan limbah migas memiliki standar internasional yang harus dipatuhi.
“Siapa yang bertanggung jawab? Apakah anak-anak ini hanya korban tanpa nama?”
2. Tragedi Pekerja Kontraktor: Tersengat di Tiang Listrik
Hanya berselang beberapa hari dari tragedi kolam limbah, kecelakaan lain terjadi. Kiki Andriansyah (32), seorang pekerja kontraktor dari PT Radiant Utama Interinsco, meninggal dunia saat mengganti pin insulator jaringan listrik 13,8 kV di Pungut.
Laporan awal dari SKK Migas menyebutkan bahwa pekerjaan dilakukan dengan asumsi “arus mati.” Nyatanya, sistem masih aktif. Kiki tewas di tempat.
Pertanyaan kritis yang harus dijawab:
- Apakah ada verifikasi prosedur sebelum pekerjaan dilakukan?
- Siapa yang bertanggung jawab memastikan jaringan benar-benar aman?
- Seberapa ketat pengawasan SKK Migas dan PHR dalam keselamatan kerja?
PHR memang segera menghentikan seluruh aktivitas kelistrikan setelah insiden ini. Tapi bagi keluarga Kiki, itu tak berarti apa-apa. Mereka telah kehilangan seorang ayah, suami, dan anak yang hanya ingin mencari nafkah.
Nyawa Siapa yang Dikorbankan? Dua balita. Satu pekerja. Tiga korban hanya dalam hitungan hari.
Blok Rokan menghasilkan minyak untuk negeri, tapi apa artinya jika harganya adalah nyawa manusia? Apakah keselamatan hanya sekadar regulasi di atas kertas?
Beberapa pertanyaan penting yang harus dijawab oleh PHR dan SKK Migas:
- Apakah ada inspeksi rutin terhadap keamanan lingkungan di sekitar wilayah kerja?
- Apakah ada audit terhadap prosedur kerja kontraktor di Blok Rokan?
- Seberapa serius investasi dalam keselamatan dibandingkan dengan investasi produksi?
- Apakah masyarakat sekitar hanya dianggap sebagai “penonton” dari proyek-proyek besar ini?
Saat ini, tanggung jawab seolah-olah menguap di udara. Belum ada pejabat yang benar-benar maju ke depan dan mengakui bahwa ada kelalaian sistematis.
“Jika sistem ini tidak berubah, tragedi ini hanya akan terulang.”
Blok Rokan, Ladang Minyak atau Ladang Kematian? Blok Rokan adalah aset strategis nasional. Tapi apa artinya jika di sekitarnya berdiri kuburan-kuburan kecil akibat kelalaian?
Di media sosial, video dari kanal @mataxpost menunjukkan lokasi kolam limbah yang terbuka lebar, tanpa perlindungan. Judulnya: “Tragedi Pertamina Hulu Rokan.” Ini bukan konten sensasi. Ini adalah realitas.
Warga sekitar tak butuh janji-janji manis atau laporan tahunan tentang program CSR. Mereka butuh keamanan yang nyata.
“Apakah satu barel minyak lebih berharga daripada satu nyawa manusia?”
Siapa yang Harus Bertanggung Jawab? Tragedi ini tidak bisa berhenti di kata “investigasi” dan “evaluasi.”
Langkah yang harus segera dilakukan:
- Audit menyeluruh terhadap standar keselamatan di Blok Rokan.
- Transparansi penuh dari PHR dan SKK Migas mengenai hasil investigasi.
- Sanksi tegas bagi mereka yang lalai dalam menjalankan tugasnya.
- Perbaikan sistem keselamatan kerja dan pengelolaan lingkungan.