Belajar Dari Dokumen Gilchrist: Jangan Mewaspadai Bahaya Laten di Tempat Yang Salah

By Hendrajit

(Tanggapan Untuk Kawan Saya, Adhie M. Massardi)

Sewaktu dokumen Gilchrist yang seolah-olah bocor itu beredar di media massa, orang dipandu untuk mewaspadai bahaya laten yang berpotensi melengserkan Ir Sukarno dari tampuk kekuasaan. Itu benar, hanya saja karena digiring ke satu sudut pandang, yaitu beredarnya dokumen Gilchrist, maka komunitas intelijen tergiring untuk mewaspadai hal hal yang bukan penyebab langsung longsornya Sukarno.

Gilchrist Document menggiring kita untuk percaya bahwa akar penyebab bahaya laten adalah perang senyap antar faksi di angkatan darat. Seakan akan itu nyata adanya. Padahal, setajam-tajamnya persaingan Nasution, Yani dan Suharto, ketiganya satu pandangan pada dua hal strategis. Ketiganya loyal dan patuh pada Sukarno. Kedua, ketiganya sangat tidak nyaman kepada komunisme utamanya PKI.

Di sinilah kecanggihan Gilchrist Document, siapa pun penyusunnya, mengemas berita hoax seakan sebagai informasi ekslusif yang bocor. Kenapa bisa begitu? Karena berita hoax yang cuma mengandung 30 persen kebenaran, seakan 100 persen benar. Sehingga mampu menutupi 70 persen kebenaran sisanya yang tidak disorot dalam Gilchrist Document.

Ketika dokumen itu mengatakan adanya beberapa perwira militer sedang dibina AS dan Inggris dalam istilah “our local army friend” , nah di sinilah sihir mulai bekerja. Frase kata orang orang kita di angkatan darat menyebabkan komunitas intelijen kita meyakini kandungan kebenaran dokumen itu yang cuma 30 persen, seakan akan 100 persen benar.

Benar bahwa tiga pucuk pimpinan angkatan darat Nasution, Yani dan Suharto nonkomunis. Namun ketika dokumen itu menggiring opini bahwa ketiganya, salah satunya atau salah duanya, termasuk dalam lingkup “our local army friend” binaan Inggris dan AS, di sini dokumen itu sudah menyihir pembacanya sehingga percaya fakta itu baru 30 persen benar.

Lantas dimana penyesatan informasinya sehingga 70 persen kebenaran sisanya malah berhasil disembunyikan oleh timbunan informasi yang gencar dan terus-menerus seputar perseteruan antar jenderal di angkatan darat?

Di sinilah canggihnya sihir hoax dokumen ini lantaran kita yakin itu berita, bukan hoax. Ada yang disingkap namun saat yang sama ada berita penting yang sesungguhnya malah berhasil disembunyikan dalam dokumen itu.

Kita jadinya kala itu mengabaikan rawannya persaingan terselubung di dalam ring satu istana antara Wakil Perdana Menteri 1 Subandrio yang kala itu merangkap menlu dan ketua badan intelijen negara versus Wakil Perdana Menteri tiga, Chairul Saleh, yang juga merangkap menteri perindustrian dan Energi.

Komunitas intelijen juga mengabaikan potensi longsornya pemerintahan Sukarno karena mengabaikan perseteruan komunitas intelijen antara Subandrio (BPI), Achmad Sukendro (intelijen angkatan darat yang punya jejaring luas di kalangan alumni PETA dan laskar pejuang), dan beranggapan bahwa di dalam tubuh kesatuan Cakrabirawa (Paspampres pada zamannya) juga ada hubungan yang rawan antara brigjen Zabur komandan Cakrabirawa dan wakilnya, Kolonel Maulwi Saelan.

Gegara dokumen itu, kepekaan intelijen para pejabat negara pun ikut lumpuh akibat sihir Gilchrist Document. Bahwa bahaya laten sesungguhnya adalah di dalam tubuh angkatan darat. Bahwa angkatan darat lah kekuatan paling superior dalam lanskap politik Indonesia. Padahal sama sekali tidak benar.

Sihir dokumen Gilchrist berhasil mengalihkan kita untuk mencermati bahaya laten yang sesungguhnya, yaitu rapuh dan rawannya perseteruan dan intrik terselubung antar para pangeran dan para adipati istana seperti saya lukiskan di awal tadi.

Jadi sebagai instrumen operasi intelijen melalui metode penyebaran hoax yang terkesan berita benar, konfigurasi dan formasi politik di sekitar ring satu istana, malah luput untuk dideteksi sebagai bahaya laten runtuhnya kekuasaan Sukarno.

Sekarang sampailah saya pada cerita kekiniannya. Matahari Kembar ataupun yang kemudian bung Adhie Masardi mengembangkan istilah baru juga sangat menarik, Gerhana Matahari, saya kira inti pesan saya sama. Saya bukannya menafikan adanya benturan internal atau perbedaan agenda strategis keduanya, namun memandang itu sepenuhnya sebagai sumber konflik politik nasional, saya kira kita pun sudah terkena sihir Dokumen Gilchrist. Mewaspadai Bahaya Laten di tempat yang salah.

Pertanyaan menggelitik saya untuk bung Adhie Masardi, ketika gerhana matahari terjadi akibat bulan berdiri tepat di antara bumi dan matahari, sehingga bayangan bulan ikut jatuh ke sebagian permukaan bumi, siapakah bulan itu?

Katakanlah benar, Konflik terbuka ataupun tertutup itu memang ada, namun menggulirkan matahari kembar, menurut saya itu Tabir Asap. Sehingga kita tersihir untuk tidak memandang penting untuk mencari tahu dimana letaknya tungku perapian berikut bara apinya. Sebab di sanalah bulan persis berdiri di antara bumi dan matahari.

Jangan sekali sekali melupakan Sejarah.