JAKARTASATU.COM– Konfederasi KASBI mengeluarkan 17 tuntutan kepada pemerintah di May Day 2025. Berikut 17 tuntutan itu:
1. Cabut omnibus law cipta kerja dan PP turunannya,
2. Stop badai PHK dan Pemberangusan Serikat Buruh,;
3. Berlakukan upah layak nasional, secara adil dan bermartabat serta cabut PP51
tahun 2023;
4. Tolak system kerja kontrak, outsourcing, system kerja magang, dan system
kemitraan palsu bagi driver online dan ojol;
5. Lindungi buruh Perempuan, stop pelecehan dan kekerasan ditempat kerja –
segera ratifikasi Konvensi ILO 190;
6. Berlakukan Day Care anak yang murah dan berkualitas, sediakan ruang laktasi
bagi buruh Perempuan;
7. Jamin dan lindungi hak-hak buruh Perkebunan sawit, dan seluruh buruh pada
industri pertanian, buruh pertambangan, serta pekerja medis dan Kesehatan; 8. Jamin dan lindungi hak-hak Migran, pekerja perikanan, kelautan – segera ratifikasi Konvensi ILO 188;
9. Berlakukan pengangkatan guru dan pekerja honorer dalam pemerintahan menjadi pegawai tetap negara dengan gaji yang layak bermartabat;
10. Stabilkan harga sembako dan harga barang lainnya, Tolak kenaikan harga BBM, Tarif Dasar Listrik, dan Tarif Tol;
11. Stop represifitas dan kriminalisasi aktivis Gerakan rakyat;
12. Tolak pemerintahan fasis, militeristik : Tolak UU TNI, RUU POlri dan Revisi
KUHAP;
13. Kembalikan fungsi TNI dan Polri pada tugas profesionalitasnya sebagai alat
pertahanan dan keamanan negara;
14. Wujudkan pendidikan gratis dan ilmiah bagi seluruh anak-anak Indonesia;
15. Wujudkan reforma agrarian sejati, tolak system bank tanah;
16.Wujudkan keadilan ekologis, jaga kelestarian lingkungan hidup, tolak
perampasan dan penggusuran tanah-tanah rakyat;
17. Bangun industri nasional yang kuat dibawah kontrol rakyat; 18. Jaga demokrasi sejati, tegakan supremasi sipil.
Konfederasi diketahui turut memperingati May Day 2025. KASBI memperingatinya di depan Gedung DPR/MPR RI bersama organisasi buruh dan lainnya yang tergabung dalam Aliansi GEBRAK.
Menurut Ketum Konfederasi KASBI Sunarno, saat ini Indonesia dalam situasi krisis multidimensi, baik secara ekonomi politik hingga makin menyempitnya ruang demokrasi masyarakat sipil, baik dalam konteks kebebasan berpendapat maupun meaningful participation.
Sunar menyinggung paska pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja)—kondisi kaum buruh di Indonesia mengalami kemunduran yang signifikan. Undang-undang ini menghilangkan jaminan kepastian kerja, memperluas sistem kerja alih daya (outsourcing), menerapkan politik upah murah, mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mengurangi hak pesangon buruh.
“Salah satu dampak paling nyata dari Omnibus Law Cipta Kerja adalah hilangnya jaminan kepastian kerja. Undang-undang ini memperpanjang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hingga maksimal 5 tahun, sehingga buruh semakin sulit diangkat menjadi pekerja tetap. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 semakin memperkuat kondisi ini, memperluas cakupan sistem kerja alih daya (outsourcing), dan mempermudah praktik PHK.
Sistem kerja alih daya (outsourcing) semakin diperluas dengan dihapuskannya pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan melalui sistem ini,” kata Sunarno dalam keterangannya kepada media.
Hal itu kata Sunarno, menyebabkan perusahaan tidak lagi berhubungan langsung dengan buruh, dan permasalahan ketenagakerjaan menjadi tanggung jawab perusahaan penyalur tenaga kerja. “Perluasan ini mengabaikan hak-hak dasar buruh dan menciptakan ketidakpastian kerja yang lebih besar,” kata dia.
“Pemerintah menerapkan politik upah murah dengan menghapus variabel kebutuhan hidup layak sebagai pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023, berdampak pada kenaikan upah yang semakin jauh dari kebutuhan rill rumah tangga buruh karena formulasi system penghitungan masih menggunakan indeks tertentu yang disebut nilai alfa (a),” tambahnya.
Hak pesangon buruh dikurangi secara signifikan. Perhitungan pesangon yang sebelumnya bisa mencapai 32 bulan gaji, kini maksimal hanya 25 bulan gaji, dengan 6 bulan gaji diambil dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Bahkan, buruh yang di-PHK dengan alasan perusahaan merugi tanpa audit hukum, hanya mendapatkan 1 PMTK dari yang sebelumnya 2 PMTK. Tren PHK karena perusahaan merugi dan tutup semakin meningkat, dengan hak pesangon buruh dikurangi menjadi hanya 0,5 PMTK.
Omnibus Law Cipta Kerja juga mengurangi kontrol negara terhadap hubungan kerja, dengan mengembalikan banyak hal pada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini merugikan pekerja karena ketidakseimbangan posisi tawar.
Undang-undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan pada akhirnya dinyatakan bertentangan dengan undang-undangn dasar 1945 oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 memberikan harapan baru bagi kaum buruh Indonesia untuk mendapatkan kesejahteraanya.
Mahkamah Konstitusi mengembalikan sebagian norma hukum kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan memerintahkan pembentukan ulang RUU Ketenagakerjaan yang lebih pro terhadap perlindungan kesejahteraan buruh.
Pembentukan RUU Ketenagakerjaan baru menurut dia, harus mencakup seluruh sektor pekerjaan yang rentan seperti; pekerja platform (ojek/driver online, kurir dll), buruh pendidikan, buruh perikanan, buruh kelautan/anak buah kapal, buruh medis, buruh di Perkebunan (sawit, karet, tebu, dll), buruh migran, buruh rumah tangga (PRT), buruh di industri pertanian, buruh industry media kreatif dan seni, buruh pertambangan dan buruh honorer di seluruh Indonesia.
“Oleh karena itu negara melalui Rezim Prabowo-Gibran dan seluruh Kementerian terkait harus mendukung perubahan dan pembentukan RUU Ketenagakerjaan baru yang berorientasi pada perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh Indonesia,” katanya. (RIS)