Foto: dok. YLBHI

JAKARTASATU.COM Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengungkapkan tindakan represif aparat kepolisian terhadap peserta aksi Hari Buruh Internasional 2025 di depan Gedung DPR. Dalam siaran persnya yang disiarkan hari ini di laman YLBHI, TAUD mendokumentasikan pelanggaran hukum sistematis yang mencakup kekerasan fisik, penghalangan jurnalis, hingga kekerasan seksual.

Fakta Kekerasan dan Pelanggaran HAM

  1. Penangkapan Sewenang-wenang
    • Sejak pukul 08.20 WIB, aparat menggeledah barang pribadi peserta dan menuduh mahasiswa sebagai “anarko” tanpa bukti.
    • 14 orang ditahan, termasuk 4 paramedis yang dipukul di kepala dan leher saat bertugas.
    • 3 peserta mengalami luka bocor di kepala, 13 lainnya lebam di sekujur tubuh akibat pemukulan.
  2. Pembubaran Paksa dengan Kekerasan
    • Aksi dibubarkan pukul 17.00 WIB tanpa peringatan, menggunakan water cannon dan gas air mata saat musik masih dimainkan.
    • Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ditutup dengan kawat berduri, menghalangi akses publik.
  3. Pelanggaran terhadap Jurnalis dan Kekerasan Seksual
    • Jurnalis dihalangi meliput (melanggar UU Pers No. 40/1999).
    • Kekerasan seksual terhadap peserta perempuan (melanggar UU TPKS No. 12/2022).
    • Aparat bertindak tanpa seragam resmi dan menyamar sebagai massa aksi.
  4. Penghalangan Bantuan Hukum
    • Informasi tahanan baru diberikan 12 jam setelah penangkapan.
    • Ponsel disita, menghambat akses ke pengacara (melanggar KUHAP dan Kovenan Sipil-Politik).
  5. Proses Hukum Tidak Sah
    • Tes urin paksa tanpa pendampingan hukum.
    • Pemeriksaan hingga dini hari terhadap korban luka berat.
    • Penundaan akses rumah sakit memperburuk kondisi korban.

Tuntutan Mendesak TAUD

TAUD menilai tindakan aparat melanggar 5 undang-undang, termasuk UU Kemerdekaan Berekspresi dan UU HAM. Mereka mendesak:

  • Pembebasan 13 tahanan dan penghentian pemeriksaan ilegal.
  • Investigasi independen oleh Kompolnas, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.
  • Sanksi tegas bagi pelaku melalui Divisi Propam dan Kapolri.

Insiden ini memicu kecaman atas eskalasi kekerasan aparat dalam menangani demonstrasi. TAUD menegaskan: “Ini bukan sekadar represi, tetapi upaya sistematis membungkam suara rakyat.” (RIS)