JAKARTASATU.COM– Mantan Menteri Pendidikan Anies Rasyid Baswedan mengajak masyarakat memahami alasan di balik tingginya angka kelahiran di kalangan keluarga miskin. Menurutnya, fenomena ini tidak bisa dilihat sekadar sebagai pilihan bebas, melainkan sebagai bentuk strategi bertahan hidup di tengah ketidakpastian.
“Pertanyaan ‘kenapa orang miskin punya banyak anak?’ sering dilontarkan dengan nada sinis. Tapi mari kita coba melihat dari sudut pandang mereka,” tulis Anies di akun X-nya, Kamis.
Anies menjelaskan, dalam situasi tanpa jaminan sosial, pensiun, atau tabungan, anak sering dianggap sebagai satu-satunya harapan. Mereka menjadi penopang ekonomi keluarga, membantu pekerjaan, atau merawat orang tua di masa tua.
“Ketika negara tidak hadir, keluarga mengambil peran itu. Anak-anak adalah ‘investasi sosial’—semakin banyak anak, semakin besar peluang salah satunya bisa sukses dan membantu yang lain,” ujarnya.
Di tengah kehidupan yang keras, keluarga menjadi ruang terakhir di mana seseorang merasa dibutuhkan. “Anak-anak memberikan arti dalam hidup. Di dunia yang tak menjanjikan apa pun, mereka memberi alasan untuk terus berjuang,” tulis Anies.
Anies menekankan bahwa kemiskinan tidak bisa diselesaikan dengan penghakiman, melainkan dengan empati dan perbaikan sistem. “Ketimpangan bukan hanya soal uang, tapi juga rasa tidak aman dan tidak punya kendali. Kita perlu membangun sistem yang melindungi yang paling lemah,” tegasnya.
Ia merekomendasikan buku The Broken Ladder karya Keith Payne untuk memahami lebih dalam dampak ketimpangan pada pengambilan keputusan.
Anies mengakhiri pesannya dengan doa agar masyarakat memiliki empati yang mendorong tindakan nyata. “Semoga kita semua diberi hati yang luas untuk tidak hanya memahami, tapi juga ikut memperbaiki keadaan,” tandasnya.
Pernyataan Anies ini memicu diskusi di media sosial, dengan banyak netizen setuju bahwa masalah kemiskinan perlu dilihat dari akar penyebabnya, bukan sekadar disalahkan. (RIS)