Hizbullah Indonesia:
REZIM DRAKULA PASTI GAGAL (6): Wiwik Terjebak Ulahnya Sendiri Soal Ijasah Palsu: Dari Legan Golèk Gawéan sampai Ulo Marani Gebug…
Sri-Bintang Pamungkas
Sekalipun saya dan Saudara-saudara sekandung saya adalah keturunan campuran antara Madiun Jawa Timur asal Bapak dan Kebumen Jawa Tengah asal Ibu, tapi kami besar di Solo sampai lulus SMA. Kami, khususnya saya dan beberapa kakak yang lulus Sekolah Rakyat di Solo masih belajar dan diajari Bahasa Jawa, baik yang Jawa ngoko, maupun yang kromo dan kromo inggil. Bahasa Jawa ngoko itu digunakan untuk sesama teman seusia; yang _kromo_ untuk orang tua dan yang dituakan; dan kromo inggil untuk mereka yang sudah sepuh dan dihormati. Bahkan bahasa tulis Jawa ho-no-co-ro-ko pun masih diajarkan dan kami dilatih untuk menguasai tulisan Jawa kuno itu.
Karena itu, selama kami mengungsi di Solo belasan tahun itu, kami juga mendengar dan tahu banyak Bahasa Jawa “parikan” atau “pasemon” macam Solo, semisal Klenteng Isi Gulo… Wis Metenteng Ora Opo-Opo. Juga Bahasa Jawa “sanepo” (sepertinya atau seolah-olah) atau semacam Pepatah, semisal Legan Golèk Gawéan seperti yang terjadi pada Wiwik atau Jokowi pada masa lalu dan baru-baru ini.
Wiwik, sebenarnya sejak awal, sebelum jadi apa-apa, memang kesukaanya Golek Gawéan, atau “cari pekerjaan”; lebih tepatnya “Cari Perkara”…: Sudah baik-baik jadi Pengusaha Mebel, tanpa beban (lega), masih ingin jadi Walikota, ingin jadi Gubernur, ingin jadi Presiden… juga ingin jadi Agen Asing… Dibilang “Cari Perkara”, karena pada akhirnya dia harus “menjadi pembohong”, “merusak kehormatan diri”, “berbuat jahat”, “merusak Rakyat, Bangsa dan Negara” lalu juga terpaksa harus terlibat “bikin ijasah palsu”… Memang yang terakhir itu, soal “ijasah palsu”, masih butuh pembuktian, tetapi tuduhan itu tidak akan muncul, kalau sekiranya Wiwik selama itu menjadi manusia yang “baik-baik” saja. Lha, memang dia selama itu menjadi Orang Brengsek selama lebih-kurang 15 (limabelas) tahun…
Maka pantas-pantas saja kalau masyarakat mempercayai “ijasahnya palsu”. Jadi, “api” itu memang ada karena ada “asap”-nya. Ini bukan karena FITNAH, bukan pula karena BENCI…Tapi memang sudah sepantasnya… ada Ketidakpercayaan yang melekat pada dirinya secara total… lalu merembet menjadi Ketidakpercayaan pada Ijasahnya. Hukum seperti itu berlaku di mana-mana di Dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Vonis “ketidakpercayaan” kepada Ijasah Wiwik itu pun seharusnya sudah jatuh pada 2018, tapi karena dasarnya BRENGSEK, Wìwik sendiri yang tidak mau menyelesaikan: Dia “Cari Perkara” lagi dan “Cari Perkara” lagi: dengan memperkosa Polisi; dengan memperkosa Hakim; dengan mengedarkan Ijasah-ijasah hasil rekayasa; dengan memperkosa Rektor dan Pimpinan UGM; dengan mengabarkan Ijasahnya hilang; dan terakhir dengan Skandal di Kantor ETD (Electronic Thesis and Dissertation) UGM…
Masyarakat tidak bisa dipaksa mengelak, bahwa Wiwik itu memang Brengsek, Sontoloyo… dan Bandit! Wiwik tidak bisa diampuni, sekalipun beberapa kali lolos dari jeratan hukum di Pengadilan… Dalam Bahasa Indonesia ada Pepatahnya: Dia itu _Runcing Tanduk_… Apa pun yang diperbuatnya, selalu berakhir dengan menyakitkan…: baik menyakitkan orang lain, mapun dirinya sendiri… Seperti yang diucapkan Letjen Marinir Suharto di Gedung Juang 30 April kemarin… Kejahatannya sudah mengalahkan Setan-Iblis…
Itulah Wiwik yang perilaku jahatnya selama belasan tahun itu tidak ikut menjadi perhatian para Alumni UGM: Dari Mobil Esemka sampai mendatangkan Cina-cina RRC, merampok Sumberdaya Alam, menghancurkan Keuangan Negara hingga membikin Rakyat Termiskin di Dunia… Para Alumni UGM itu dalam Analisanya hanya melihat di seputar Ijasahnya saja. Mereka tidak melihat Wiwik secara utuh dan menyeluruh, sehingga mereka kehilangan jejak dalam menelusuri segala informasi, termasuk kasus terkait dengan kebenaran tentang Ijasahnya.
Mereka, dan para Alumni UGM itu, baik yang seangkatan maupun yang tidak seangkatan, baik yang se-Fakultas Kehutanan maupun yang bukan, akan kehilangan informasi dan orientasi dalam mengungkap kebenaran sejati, selama mereka memerangkap dirinya bersama Wiwik dalam ruangan sempit yang terisolasi. Masalah Ijasah Wiwik ini tidak lepas dari SIAPA sesungguhnya Wiwik itu… Kalau mau mencari kebenaran, jangan berusaha memisahkanya dari seluruh perilaku dan masa lalunya!
Lalu Wiwik merasa dirinya tidak bisa disentuh, sesudah mampu membuktikannya seperti ìtu selama belasan tahun dengan cara membangun Kekuasaan yang nyaris absolut melalui kejahatan dan kebusukan untuk membentengi Diri dan Keluarganya. Sejauh itu dia bisa lolos dari ancaman impeachment. Wiwik merasa Percaya Diri dan memaksakan dirinya Cari Perkara lagi dengan melaporkan para Terlapor Aktivis Penuntut Keadilan dan Kebenaran kepada Polisi yang menjadi kawan-kawannya.
Dengan laporannya itu, Wiwik mau berkelit lagi dari tuduhan masyarakat. Memang seperti peribahasa sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga!. Pasal 310 dan 311/KUHP, ditambah beberapa Pasal UU ITE (Informasi dan Transformasi Elektronik) itu TIDAK MEMPAN ditujukan untuk para Terlapor… Sebab mereka (TS, TT, TS, ES, K dan siapa pun, juga RF) bukan Pembuat ataupun Penyebar Penghinaan, Kebencian atau Fitnah. Mereka adalah para Ahli yang dengan Ilmunya masing-masing sedang menyelidiki apakah Ijasah Wìwik itu benar-benar Asli sebagai hasil Skripsi dan Kuliahnya di Fakultas Kehutanan UGM antara tahun 1980 sampai 1985. Mereka pun adalah para Ahli dengan integritas dan Kehormatan yang tinggi yang melakukan tugasnya demi kepentingan Umum, Rakyat, Bangsa dan Negara.
Mereka pun bekerja, karena seluruh Rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi Keadilan dan Kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa itu mendukungnya. Mereka bekerja keras, karena merasa tercoreng, terhina dan menggelepar oleh rasa malu yang sampai menusuk hati-sanubari, jiwa dan raganya, pernah mempunyai seorang Presiden yang menipu Dunia dengan Ijasah Palsu… Kalau benar palsu, dan pasti akan terbukti palsu, maka seluruh rakyat Indonesia menuntut Wiwik untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya, bersama dengan segala kerusakan yang diperbuatnya selama menjabat.
Saya sebagai orang Jawa yang lama tinggal di Solo, yang sering mendengar dari Guru Sekolah Rakyat saya dan orang-orang yang menjadi teman-teman dan tetangga saya selama 15 tahunan, menyebut Wiwik dengn Laporannya kepada Polda Metro Jaya itu bak “Ulo Marani Gebuk”; yang artinya “manusia jahat yang berbisa seperti ular yang sedang mencari mangsa itu sedang bergerak menuju tempat yang justru akan mencelakakan dirinya”; manusia jahat itu akan dihabisi para korbannya dan calon korbannya.
Dalam konteks perpolitikan sekarang, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah siap mencampakkan Wiwik ke dalam penjara; bahkan mengancamnya dengan hukum gantung. Ini juga merupakan Batu Ujian bagi Wowok, apakah akan tetap melindungi Wiwik itu atau justru menyiapkan asbak-asbak (tempat puntung rokok) untuk ikut melempari dan menghabisinya… Kalau Wowok melindungi Wiwik, maka Wowok akan ikut habis. Indonesia siap merdeka kembali…
Terserah kepada UGM: mau menjadi Pembela Jokowi sebagaimana selama ini ditunjukkan… terpuruk, lalu ikut habis. Atau mau menjadi Mercu Suar bagi Keadilan, Kebenaran, Kejujuran, Keterbukaan dan Independensi; serta menjadi Pusat Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkelas Dunia… Cukup dengan membentuk Komisi Penyelidik Ijasah Jokowi yang independen dari kelompok Rektorat yang sekarang.
Jakarta, 3 Mei 2025
@SBP