Vitalitas Mengelola Isu Ijasah Palsu

Oleh Agung Marsudi

“Tiga Menguak Isu”

MAU panjang mau pendek, mau gadang mau ketek, tergantung. Ruang medsos seperti jagat tanpa batas, penuh vitalitas. Ada semacam “mak erotisme” terselubung, semua dimainkan. Semua berdengung, ada anggaran untuk itu. Isu ijasah palsu Jokowi mengharu biru. Melahirkan patologi sosial baru. Merawat polarisasi, meramut populisme.

Isu ijasah palsu dimasukkan ke ranah strategis, karena dianggap mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Padahal fakta obyektifnya tidak demikian. Isu ini seperti dua sisi mata uang logam. Teori probabilitas. “Mau anda undi, mau anda bolak-balik sampai kapanku, yang keluar gambar Jokowi,” ujar seorang analis psikologi sosial.

Tiga nama kata kunci untuk menguak isu ini harus dikembalikan ke pangkal soal; Dian Sandi Utama, Bambang Tri, Jokowi. “Tiga Menguak Isu” merujuk pendekatan isu, tema, skema (ITS), harus dilihat secara cermat, arahnya ke politik atau hanya menguji polemik. “Jangan terlalu dalam, ini sedang ada operasi,” bisik sisik melik dari seorang teman di Jakarta, ketika saya mengikuti perkembangan sidang mediasi di PN Solo (7/5/2025)

Saya juga sempat memverifikasi, rupanya posisi Bambang Tri ketika isu ini terus bergulir, ia berada di Lapas Sragen. Bukan di Solo seperti yang diberitakan. Pertanyaan kenapa Bambang Tri di Lapas Sragen, harus juga ada jawaban. Awalnya, nama Bambang Tri menjadi sorotan publik karena bukunya, “Jokowi Undercover”. Padahal Bambang Tri dan Jokowi saling mengenal, satu sama lain.

Lalu ada Dian Sandi Utama (kader PSI), dari nama ini publik tahu ada unggahan foto yang dia klaim sebagai ijazah asli Jokowi pada 1 April 2025 karena keyakinannya bahwa mantan Presiden itu lulus UGM.

“Buat yang ributin fotocopy ijazah pak @jokowi yang saya upload pada utas. Biar kalian tenang lebarannya ini saya upload yang asli,” begitu bunyi unggahan Dian pada akun X-nya, 1 April 2025.

Sebagai pembanding, sebelumnya, isu ini pertama kali mencuat tahun 2019 melalui unggahan Umar Kholid Harahap di media sosial, yang menyebut ijazah SMA Jokowi dari SMAN 6 Solo palsu. Polisi menyatakan unggahan itu hoaks, lalu Umar ditangkap.

Sedang terkait Jokowi, pertanyaannya adalah kenapa harus nama beliau yang muncul?

Teka-teki itu kini dijawab dengan berbagai realitas sosial politik yang “membagongkan” dan meringsek ke ranah hukum. Sebuah manajemen konflik sosial yang membutuhkan vitalitas. Tanpa asupan gisi dan informasi, tak mungkin isu ini terus bergulir di tengah persoalan bangsa yang tidak sedang baik-baik saja. Dimana rapor satu semester pemerintah Prabowo dibaca rakyat dengan duka lara.

“Dimana isu ijasah palsu ditempatkan di antara kursi Prabowo dan Gibran. Sehingga muncul lagi isu pemakzulan?”

Solo, 9 Mei 2025