Dugaan Penyimpangan dan Potensi Pemborosan Anggaran Proyek Pembangunan Sekolah Baru SMP di Cimahpar Kota Bogor
JAKARTASATU.COM— Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjama menyoroti proyek pembangunan Unit Sekolah Baru SMP (Satap/terpadu SD dan SMP) di SDN Cimahpar 3, Kel. Cimahpar, Kec. Bogor Utara, Tahun Anggaran 2025 dengan nilai kontrak Rp 14.192.095.377. Proyek ini dimenangkan CV. Citra Megah Konstruksi, dengan pagu anggaran Rp 15 miliar dan HPS Rp 14,99 miliar. Turunnya nilai kontrak hanya sekitar 5,38% dari pagu menunjukkan efisiensi lelang yang sangat minim.
“Berdasarkan pantauan CBA, ada perusahaan yang sebenarnya menawarkan harga lebih rendah, misalnya CV X dengan penawaran Rp 13,9 miliar dan PT Y dengan Rp 14,05 miliar. Namun, mereka digugurkan pada tahap evaluasi teknis dan administrasi. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah alasan gugurnya peserta lain murni obyektif, atau ada indikasi seleksi yang diarahkan?,” kata Koord CBA Jajang Nurjaman dalam keterangan tertulis kepada media, Sabtu (10/5/2025).
Dikemukakan modus umum dalam pengadaan seperti ini biasanya mencakup penetapan syarat administrasi yang secara teknis hanya bisa dipenuhi pemenang yang sudah “ditentukan,” persekongkolan horizontal antar peserta (agar peserta lain hanya formalitas), atau pengaturan vertikal dengan pokja pemilihan. Potensi kerugian negara dari proses seperti ini bisa mencapai 10–15% dari nilai proyek jika efisiensi pasar ditekan.
“Selain itu, CBA mencatat bahwa CV. Citra Megah Konstruksi merupakan perusahaan dengan skala menengah, sedangkan proyek ini tergolong besar. Ada risiko praktik pinjam bendera atau dominasi subkontraktor tanpa pengawasan ketat. Jika kualitas pekerjaan turun, sekolah yang dibangun bisa mengalami kerusakan cepat, yang berarti beban biaya tambahan di kemudian hari,” tutur Jajang Nurjaman.
“Kami juga melihat tahapan tender berjalan cepat: mulai pengumuman 4 Maret 2025 hingga penetapan pemenang 21 Maret 2025. Cepatnya proses kadang mengorbankan kualitas evaluasi, terutama jika dilakukan hanya formalitas. Apakah dokumen kualifikasi benar-benar diperiksa mendalam? Ini menjadi pekerjaan rumah bagi aparat pengawas internal pemerintah,” sambungnya.
Dari sisi nilai, ungkap Jajang selisih antara HPS (Rp 14,99 miliar) dan kontrak akhir (Rp 14,19 miliar) hanya Rp 800 juta. Padahal, jika ada persaingan sehat dan penawaran peserta lain dipertimbangkan, potensi penghematan bisa mencapai Rp 1–1,1 miliar. Ini adalah potensi pemborosan yang tidak kecil, apalagi di tengah kebutuhan anggaran pendidikan lainnya.
“CBA mendesak agar dokumen tender, berita acara evaluasi, dan kontrak kerja dibuka kepada publik, termasuk daftar lengkap peserta beserta nilai penawarannya. Transparansi ini penting agar masyarakat tahu bagaimana uang mereka dikelola. Jika tidak dibuka, potensi kecurigaan publik terhadap penyimpangan semakin besar,” jelas dia.
Selain itu, CBA menegaskan meminta BPK dan KPK memantau pelaksanaan fisik proyek. Modus pemborosan sering terjadi pada tahap pelaksanaan, seperti pengurangan spesifikasi material, pengurangan volume kerja, atau pekerjaan fiktif yang tetap dibayar penuh. Setiap potensi penyimpangan harus dicegah sejak dini.
Di akhir keterangannya CBA mengingatkan Pemkot Bogor bahwa proyek pendidikan adalah investasi jangka panjang. Jika pembangunan sekolah dilaksanakan secara asal-asalan, dampaknya akan dirasakan murid dan guru selama bertahun-tahun, baik dari sisi kenyamanan, keamanan, maupun kualitas pendidikan. (Yoss)