Damai Hari Lubis: Bareskrim Harus Investigasi EYD Ijazah Jokowi dari SD

JAKARTASATU.COM Pengamat Politik dan Hukum Mujahid 212 yang juga merupakan Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Damai Hari Lubis menyatakan  seharusnya kepolisian menyelidiki ijazah mantan Presiden Joko Widodo dari ijazah SD, SMP dan SMA terkait penulisan huruf.

“Kenapa yang diselidiki hanya Ijazah SMA 1980 dan S-1 UGM? Karena Tahun 1980 sudah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) baru pada Tahun 1972/1971). Kenapa Penyidik gak sekalian investigasi  Ijazah sejak SD dan SMP. Kalau serius ingin mencari kebenaran materil,” kata Damai Hari Lubis dalam keterangannya pada Ahad (11/5/2025).

“Karena nama mantan Presiden Jokowi, yang saat ini pejabat di Danantara tertulis namanya Joko Widodo seharusnya Djoko Widodo sesuai nama-nama temannya yang bernama Djoko saat SD, SMP dan SMA,” lanjutnya.

Damai Lubis menegaskan kalau Bareskrim hanya ingin kebenaran formal maka sudah selesai, rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM mengakui Jokowi eks mahasiswanya, dan guru SMA, SD, SMP dan beberapa temannya (satu perahu) pun sudah mengakui Jokowi benar-benar sebagai teman satu sekolah mereka.

“Lalu ngapain Bareskrim capek-capek dan habiskan uang negara kalau sekedar ingin melegitimasi ijazah dengan pola penghapusan dugaan publik, bukan asli oleh sebab bukti hukum (legalitas),” tukasnya.

Karena ada info data booming berdasarkan analisis hasil digital forensik, walau sementara baru terhadap foto copy oleh dua pakar  IT.

“Dan secara hukum, temuan dalam bentuk keterangan pakar IT dapat dijadikan adanya bukti hukum menurut KUHAP. Karena temuan sesuai fakta hasil digital forensik dinyatakan 1000 trilliun Ijazah in casu S-1 Jokowi adalah palsu,” jelas Damai Lubis.

Maka lanjut Damai Lubis, semestinya investigasi Penyidik Bareskrim Polri selain terhadap ijazah S-1 dan SMA, tepat secara hukum juga diselidiki ijazah SD, SMP termasuk terhadap seluruh mahasiswa asli UGM angkatan 80- 85 disidik, catatan (foto foto dan pelaksanaan) serta hasil program KKN, selain skripsi, Ijazah mahasiswa asli angkatan 1980 dan nyata lulus pada tahun 1985 dan termasuk buku album wisuda asli seluruh alumnus fakultas UGM dan termasuk album foto wisuda khusus alumnus Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985

Menurut Damai Lubis, ketidakpercayaan publik terhadap kinerja Bareskrim, merupakan hak publik, “terlebih ada latar belakang ketidakpercayaan”, dan sepanjang penyidikan dilakukan tidak transparansi dan investigasi tidak secara kompleks, komprehensif dan merujuk KUHAP dalam mencari dan mendapatkan sejatinya kebenaran materil ( materiele waarheid)

“Jangan sampai pubik anggap Bareskrim hanya  bermuara hukum ingin melegitimasi hasil rekayasa Ijazah S-1, seolah ijazah S-1 Jokowi yang buat sendiri karena yang asli hilang, lalu pembuatan duplikat ijazah tidak prosedural,” tegas dia.

Lantas kata Damai Lubis, dugaan publik faktor ‘kehilangan’ ijazah ini, inline dengan “kisi-kisi” alternatif yang telah menjadi asumsi liar publik, dan terkait “rumor Ijazah S-1 Jokowi hilang” berawal (implisit) sengaja disampaikan oleh Prof Marcus,  Guru Besar hukum pidana UGM.

Damai Lubis menilai, selebihnya publik tetap berharap Bareskrim akan melakukan penyelidikan sesuai fungsi tujuan hukum; Kepastian, Manfaat dan memenuhi rasa keadilan, untuk menemukan fungsi dan tujuan hukum hendaknya Dr Roy dan Dr Rismon dan para pakar IT dari luar negeri agar dilibatkan secara langsung, sekaligus mengkaji hasil analisis sang kedua pakar IT perihal ‘Ijazah Jokowi Palsu.

“Selanjutnya jangan juga akhir kisah ‘drakor’ ini, berakhir  dzolim “ijazah dinyatakan asli” lalu aktivis (publik) yang punya hak hukum dengan segala temuannya, semua dipenjarakan,” tandasnya. (Yoss)