EDITORIAL JAKARTASATU: Kalau Asli Tapi Masih Dipertanyakan: Ijazah Itu Siasat Publik Tanpa Batas
Publik wajar tidak percaya begitu saja. Di negeri yang gemar menanam curiga, keaslian pun tak cukup. Bahkan ijazah seorang Presiden bisa digugat, seakan bangsa ini lebih mempercayai bisik-bisik ketimbang bukti resmi.
Kampus Universitas Gadjah Mada(UGM), institusi pendidikan tinggi yang teruji waktu, sudah menyatakan dengan tegas: ijazah Joko Widodo itu asli. Tapi sebagian publik—atau lebih tepatnya, sekelompok pemilik kepentingan politik—memilih untuk tetap mengibarkan bendera keraguan.
Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih, mengungkapkan pandangannya terkait perkembangan uji forensik ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri. Menurut Sutoyo, ada dugaan kuat bahwa hasil pemeriksaan tersebut nantinya akan menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli. Ia menilai, langkah tersebut seolah mengindikasikan adanya tekanan politik agar isu ini segera selesai dan polemik yang muncul di masyarakat bisa reda.
Sutoyo menambahkan bahwa hal ini berangkat dari adanya perasaan terhina yang dirasakan Jokowi atas tuduhan ijazah palsu tersebut. “Presiden merasa terhina sehina-hinanya, direndahkan serendah-rendahnya. Maka, instruksi dikeluarkan agar urusan dugaan ijazah palsu ini segera selesai,” ujar Sutoyo kepada wartawan, Senin (12/5/2025)
Inilah zaman ketika kebenaran tidak ditentukan oleh fakta, melainkan oleh viralitas. Di balik dalih “transparansi” dan ada “hak publik mengetahui”, tersimpan siasat untuk meragukan legitimasi, memperlemah kepercayaan, dan menggoreng isu demi kekuasaan.
Jika ijazah bisa dipalsukan oleh imajinasi kolektif, lalu apalagi yang tersisa dari kepercayaan publik?
Tentu saja, pertanyaan tentang keaslian harus dijawab secara terbuka. Tapi bila sudah ada data, klarifikasi, dan pengakuan dari lembaga resmi, lalu isu terus digulirkan, itu bukan lagi pencarian kebenaran, tapi persekongkolan dengan ilusi. Mungkin memang kita sudah masuk era baru: asli pun harus membuktikan dirinya lebih dari sekali, sementara yang palsu bebas bersilat lidah. Dan di tengah kebisingan itu, rakyat terus menunggu akan jelas semua
Dan seorang senior aktivis ini, Sutoyo menyampaikan dukungan kepada beberapa tokoh yang dianggap konsisten menyuarakan kebenaran dalam kasus ini, seperti Tuan Rismon Hasiholan Sianipar, Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, dan Rizal Fadhilah. Ia menyebut mereka sebagai pejuang yang berdiri tegak meskipun diterpa tekanan politik. “Rakyat Indonesia akan mendukung, dan Tuhan akan melindungi perjuangan kebenaran ini,” tutup Sutoyo.
Apa masih ada siasat lain dan apa lagi yang dimainkan?
(ed-jaksat)