NEPOSTAAT MELAHIRKAN SETAN  PERADILAN

Oleh: Firman Tendry Masengi, SH
Praktisi Hukum/Aktivis ProDem

Republik ini menegaskan dirinya sebagai Negara Hukum (Rechtstaat) dan bukan  Negara Kekuasaan [Machtstaat) apalagi berubah wujud Negara Keluarga (Nepostaat).

Semakin panjang usia republik semakin panjang pula hadir keadilan bagi rakyat.

Terlibatnya apparatus negara dan apparatus ideologinya pada kepentingan proses juga keinginan intervensi kepentingan atas pembuatan UU negara, Lembaga Peradilan juga institusi Penegak Hukum pada gilirannya melahirkan  kumpulan setan penjaga neraka keadilan.

Sistem Peradilan bukan melahirkan malaikat penjaga untuk dan atas nama Tuhan justru  menghadirkan dan  menghancurkan harapan atas  keadilan. Peradilan Indonesia adalah siksa hidup bagi rakyat. Inilah struktur setan bagian dari problem struktural negara. Praktik setan  hukum, intervensi kekuasaan, serta diskriminasi hukum terhadap rakyat kecil menciptakan neraka yang dikelola setan dimana mereka  menggerogoti legitimasi hukum dan demokrasi.

Silih berganti Aparat Penegak Hukum saling tangkap yang ditengarai sebagai upaya melestarikan kuasa jahat demi interest group.

Masalah Sistemik dalam Peradilan

1. Keadilan yang Bisa Dibeli Dan Ditukar.

Institusi hukum dari tingkat kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan tidak lepas dari praktik korupsi dan suap. Putusan hakim kerap mencerminkan kepentingan politik atau kekuatan modal, bukan kebenaran hukum.

2. Diskriminasi dan Kriminalisasi

Penegakan hukum tidak setara. Masyarakat kecil cenderung menjadi korban kriminalisasi atas pelanggaran kecil, sementara elite berkuasa sering dilindungi. Ini menciptakan ketidakadilan struktural dalam sistem hukum.

3. Impunity dan Intervensi Kekuasaan

Banyak kasus besar yang melibatkan pejabat negara mandek atau berakhir dengan vonis ringan. Sistem ini tidak netral, bahkan kadang menjadi alat kekuasaan.

Kasus yang Menggambarkan Setan Peradilan.

Kasus Djoko Tjandra

Buron kasus korupsi ini dapat keluar-masuk Indonesia, membuat KTP, dan mengajukan PK tanpa terdeteksi. Ternyata, aparat hukum seperti Irjen Napoleon Bonaparte dan jaksa Pinangki menerima suap besar.

> Implikasi: Mafia peradilan melibatkan aktor internal, menunjukkan rusaknya sistem dari dalam.

b. Kasus Lukas Enembe

Gubernur Papua yang dituduh korupsi ratusan miliar sempat berlindung di balik isu politik dan kesehatan. Penegakan hukum terhadapnya terkesan kompromistis.

> Implikasi: Penegakan hukum menjadi tumpul ketika menghadapi kekuatan politik lokal.

c. Kasus Meiliana

Hanya karena mengeluhkan suara azan yang terlalu keras, ia divonis 1,5 tahun penjara atas dasar penistaan  agama.

> Implikasi: Hukum digunakan secara diskriminatif, mudah mengkriminalisasi masyarakat sipil.

d. Kasus Baiq Nuril

Korban pelecehan seksual malah dijerat UU ITE karena menyebarkan bukti kekerasan verbal dari atasannya.

> Implikasi: Korban dijadikan terdakwa, sistem hukum bias terhadap keadilan gender.

Setan  Peradilan Yang Selalu Menang

Reformasi hukum pasca-1998 hanya menyentuh permukaan. Lembaga seperti Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan kurang kuat, dan upaya penguatan KPK justru dilemahkan lewat revisi UU KPK tahun 2019. Pendidikan hukum masih melahirkan lulusan yang lebih paham prosedur daripada etika keadilan.

Solusi Membunuh  Setan

1. Pengawasan Kuat dan Transparan: Terhadap hakim, jaksa, polisi, dan advokat. Buka akses publik terhadap putusan dan proses hukum.
Aparat Penegak Hukum harus menjadi Malaikat Pelindung bagi pencari Keadilan.

2. Reformasi Pendidikan Hukum: Fokus pada etika, moral dan keadilan sosial, bukan sekadar formalitas pasal dan teks UU.

3. Dekriminalisasi Ekspresi Publik: Hapus pasal-pasal karet dan aparat negara harus menjaga serta  melindungi kebebasan sipil.

4. Bantuan Hukum Gratis Dan Independen:  Khususnya untuk kelompok miskin dan rentan.

5. Pembersihan Lembaga Penegak Hukum: Melalui audit independen dan rotasi struktural berdasarkan penilaian masyarakat atas capaian putusan yang berkeadilan.

Selama sistem peradilan masih membuka pintu dan jendela atas kehadiran Setan Peradilan yang  melanggengkan ketidakadilan, maka rakyat akan terus mencari keadilan di jalanan.

Komplotan Setan Peradilan ini harus segera dijerumuskan keliang neraka  dengan revolusi hukum yang radikal dan berpihak pada keadilan sejati. Jangan biarkan hukum menjadi neraka di negeri yang masih indah ini.
Dan tak ada lagi akronim KUHAP (Kasih Uang Habis Perkara) karena telah berubah menjadi Keadilan Untuk Hak Azasi  Publik).

Hukum tanpa keadilan adalah kediktatoran legal yang bersembunyi dibalik prosedur.

The devils hides in  procedure