Dari mimpi industri kripto hingga respons hati-hati OJK, Indonesia mulai menapaki diskusi serius tentang potensi Bitcoin dalam cadangan strategis. Sebuah tanda zaman, atau sekadar angin lalu?
JAKARTASATU.COM –Pekan lalu, di ruang konferensi ber-AC sejuk milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebuah ide tak biasa menggema: Bitcoin—ya, mata uang digital yang dulu dicap “liar” dan “tak berwujud”—diusulkan sebagai bagian dari cadangan strategis negara.
Usulan itu datang bukan dari pinggiran dunia maya, melainkan dari pelaku industri aset kripto dalam negeri. Mereka menyarankan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk mulai mempertimbangkan Bitcoin dalam portofolio cadangan, bukan sekadar untuk gaya-gayaan digital, tapi sebagai tameng baru terhadap gejolak nilai tukar dan krisis global.
Respons OJK? Terbuka, tapi tak gegabah. “Kami menghargai usulan inovatif ini, tapi prinsip kehati-hatian dan tata kelola harus tetap menjadi jangkar,” ujar Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, dalam konferensi pers RDKB April 2025, Jumat (9/5).
Sebait kalimat yang mengandung makna strategis: pintu dibuka, tapi dengan gembok ganda.
Mimpi yang Tak Lagi Utopis
Bagi sebagian orang, Bitcoin mungkin masih terdengar seperti eksperimen digital yang cocoknya jadi bahan diskusi mahasiswa teknologi. Namun bagi Wan Iqbal, Chief Marketing Officer Tokocrypto, usulan ini adalah refleksi kemajuan pola pikir industri terhadap ekonomi masa depan. “Amerika Serikat saja sedang menyusun strategi cadangan digital, termasuk Bitcoin,” katanya lugas.
Betul. Negeri Paman Sam itu kini menjajaki model cadangan digital yang mencakup lima aset utama: Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Solana (SOL), dan Cardano (ADA). Tujuannya bukan sekadar diversifikasi, tapi untuk menstabilkan pasar dan mengurangi tekanan penjualan institusi saat krisis likuiditas menerjang.
Langkah AS bisa jadi bukan endorsement penuh terhadap kripto, tapi jelas menunjukkan: kebijakan moneter kini tak bisa terus berpijak di abad ke-20.
Antara Bitcoin dan Realita: Opsi Bernama RWA
Meski tertarik, OJK menyodorkan alternatif yang dinilai lebih “mendarat”: Real World Asset (RWA)—aset nyata yang ditokenisasi. Dalam bahasa sederhana: properti, proyek infrastruktur, atau komoditas yang dijadikan token digital di atas blockchain.
“Tokenisasi ini menggabungkan transparansi teknologi dan kontrol aset nyata,” kata Iqbal. Menurutnya, RWA bisa menjadi jalan tengah yang menjembatani regulasi dan inovasi.
RWA membuka peluang besar: negara bisa mengakses likuiditas global, berinvestasi dengan efisien, dan tetap menjaga akuntabilitas—tanpa harus langsung berjibaku dengan volatilitas brutal Bitcoin.
Sebuah Babak Baru atau Sekadar Simulasi?
Usulan Bitcoin sebagai cadangan negara bukan hanya soal angka dan teknologi. Ia membuka ruang refleksi: apakah negara siap menulis babak baru kebijakan ekonomi dengan tinta digital?
OJK menunjukkan sikap bijak: terbuka pada eksplorasi, tapi tidak ceroboh. Di sisi lain, pelaku industri terus menekan pedal gas inovasi. Di tengah itu, publik, regulator, dan investor menyaksikan dengan satu pertanyaan besar: kapan narasi ini berubah dari wacana menjadi aksi?
Diskusi soal Bitcoin ini bisa jadi titik mula yang lebih luas: strategi investasi negara di era digital. Langkah selanjutnya? Menurut Iqbal, semuanya kembali pada satu hal: kerangka regulasi yang adaptif dan kolaboratif.
“Inovasi tidak boleh hanya menjadi wacana, tapi harus menyentuh fondasi ekonomi nasional,” tutupnya.
Dalam era di mana dunia berubah lebih cepat dari regulasi, Indonesia dihadapkan pada pilihan besar: menjadi pengikut arus global, atau pelopor kehati-hatian progresif.
Bitcoin mungkin bukan jawaban tunggal. Tapi diskusi ini jelas menandai satu hal: masa depan investasi negara tidak lagi hanya soal emas, dolar, atau obligasi. Kini, kode digital pun bisa jadi kunci kedaulatan ekonomi.
Mungkin bukan besok, mungkin bukan tahun ini. Tapi diskusi ini telah dimulai. Dan ketika negara mulai membicarakan Bitcoin bukan sebagai ancaman, melainkan peluang strategis, maka kita tahu: sejarah tengah ditulis ulang—bit demi bit. |WAW-JAKSAT
JAKARTASATU.COM -- Keputusan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Chalid Said Salim yang menunjuk Fransjono Lazarus sebagai Project Expert menuai kritik tajam dari...
Editorial Jakartasatu: Sinergi Konstruktif dan Faizal AssegafADALAH SINKOS (Sinergi Konstruktif) yang di Inisiatori oleh Faizal Assegaf hadir dan menyerukan “JAGA NKRI”. Kritikus Politik Indonesia...
JAKARTASATU.COM -- Dalam rangka menyambut HUT ke-498 DKI Jakarta, pada Jum’at, 20 Juni 2025, di Museum Kesejarahan Jakarta (dahulu Museum Fatahillah), Taman Fatahillah, Jakarta...
JAKARTASATU.COM- Inisiator Sinkos (Sinergi Konstruktif), Faizal Assegaf, secara resmi meluncurkan lembaga riset, monitoring, dan advokasi dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Jaga NKRI", di Tebet...
"Obsesi Jokowi Melanjutkan Posisi Amangkurat V Kandas"
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum & Politik)
Amangkurat yang terakhir adalah Amangkurat V, juga dikenal sebagai Sunan...