Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)

Aplikasi pelaporan penyakit ikan berbasis Android diluncurkan di Jambi, memperkuat ketahanan pangan dari dasar kolam ke layar ponsel.

JAKARTASATU.COM – Desa Teluk Ketapang, Jambi, Di tepi Sungai Batang Hari yang tenang, tak terdengar suara sirene atau dentuman ledakan. Tapi di bawah permukaan air kolam budidaya, ada perang yang berlangsung: wabah penyakit ikan menyerang patin dan nila—dua primadona pangan air tawar Indonesia. Dan kini, senjatanya bukan lagi serok dan sekop, melainkan aplikasi Android bernama SICEKATAN.
Hari itu, 15 Mei 2025, Desa Teluk Ketapang menjadi saksi transformasi digital di sektor perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan Pemerintah Provinsi Jambi memperkenalkan SICEKATAN dalam sebuah sosialisasi yang menyentuh langsung kebutuhan pembudidaya ikan dan penyuluh perikanan: melawan penyakit ikan secara cepat, tepat, dan terpadu.
Dari Kolam ke Cloud
SICEKATAN bukan sekadar aplikasi. Ia adalah jembatan antara kolam yang senyap dengan sistem respons darurat yang aktif. Dirancang sejak 2023 melalui Technical Cooperation Programme (TCP) antara KKP dan FAO, aplikasi ini memungkinkan para pembudidaya melaporkan gejala penyakit langsung dari ponsel mereka. Tak perlu menunggu petugas datang berminggu-minggu. Kini, setiap sirip yang berubah warna, setiap ikan yang melayang, bisa menjadi awal dari respons cepat yang menyelamatkan produksi.
“Aplikasi ini sangat membantu kami. Dulu, kami hanya mengira-ngira. Sekarang kami tahu harus bertindak bagaimana,” ujar Ernawati, Ketua Kelompok Pembudidaya Harapan Maju yang kolamnya terletak hanya beberapa meter dari lokasi sosialisasi.
Data dari KKP mencatat, pada 2023, Jambi memproduksi sekitar 20.000 ton ikan patin. Namun angka itu bisa menurun drastis jika wabah menyerang dan tak tertangani. Kerugian ekonomi diam-diam menggerogoti, bukan hanya angka statistik, tapi juga isi dapur para pembudidaya skala kecil.
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)
Teknologi Rakyat, Ketahanan Nasional
Wakil Gubernur Jambi, Abdullah Sani, menyebut SICEKATAN sebagai bagian dari strategi besar ketahanan pangan nasional.
“Dengan pengendalian penyakit ikan yang lebih efisien, kita tidak hanya menyelamatkan panen hari ini, tapi juga menyusun fondasi swasembada pangan masa depan,” ujarnya dalam sambutannya.
Lebih dari sekadar digitalisasi, program ini menyentuh aspek edukasi dan kapasitas manusia. Para pembudidaya, penyuluh, hingga petugas Pos Pelayanan Kesehatan Ikan Terpadu (Posikandu) dilatih tentang pelaporan, resistensi antimikroba (AMR), tanggap darurat, bahkan investigasi wabah. Sosialisasi hari itu juga melibatkan simulasi penggunaan aplikasi dan diskusi penanganan penyakit.
“Ini bukan hanya soal aplikasi, tapi membangun budaya deteksi dini dan tanggap cepat di tingkat akar rumput,” tegas Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste.
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO) mengadakan sosialisasi aplikasi pelaporan penyakit ikan SICEKATAN kepada pembudidaya ikan dan petugas lapangan di Kabupaten Batang Hari, Jambi, pada Kamis (15/5). (FAO Indonesia)
Ketika Kolam Bicara Data
Dengan SICEKATAN, data bukan lagi milik pemerintah pusat saja. Ia milik pembudidaya. Ia bicara langsung dari kolam ke sistem monitoring nasional. Pola penyakit bisa dipetakan. Intervensi bisa lebih tepat sasaran. Dan yang paling penting: para pembudidaya kecil merasa dilihat, didengar, dan dibekali alat untuk bertahan.
Langkah ini sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan pertanian dan perikanan—dari pendekatan seragam ke pendekatan berbasis data mikro dan keputusan partisipatif. Bukan hanya negara yang menjaga rakyat, tapi rakyat yang menjaga pangan, dengan negara sebagai mitra sejati.
Di penghujung acara, matahari mulai condong. Ernawati menatap kolamnya. Ada secercah harapan yang baru. Bukan karena air kolam lebih jernih, tapi karena kini dia punya alat untuk menjaga isi kolam tetap hidup dan bernilai.
SICEKATAN mungkin terdengar seperti nama superhero lokal. Tapi bagi pembudidaya ikan di Jambi, ia memang pahlawan digital yang lahir dari kebutuhan nyata. Bukan mimpi teknologi dari kota besar, tapi solusi konkret dari dan untuk desa.
Karena ketahanan pangan, pada akhirnya, bukan hanya soal padi di ladang atau sapi di kandang. Tapi juga soal ikan yang sehat di kolam—dan satu aplikasi kecil di genggaman tangan. |WAW-JAKSAT