Sebuah Cerpen

Konferensi Meja  Bundar Para Penguasa

Oleh : Firman Tendry Masengi

Dialog Lintas Zaman tentang Kekuasaan, Agama, Hukum, dan Ekonomi

Tokoh yang hadir.

Fred Flinstone – tokoh zaman batu juga  moderator Konferensi.

Firaun Ramses II – Raja Mesir.

Hamurabi – Raja Babilonia.

Obelisk – Notulen.

Darius Agung – Kaisar  Persia.

Timur Lenk – Kaisar Mongolia .

Mulyono– pemimpin modern berhati kejam. Membunuh ibunya sendiri. Ingin merubah Republik menjadi Monarkhi.

Tawangmangu, Indonesia 2080.

Di ruang tanpa waktu, meja bundar dari kayu jati produksi meubelier “kuraba”  menyatukan para penguasa lintas zaman. Perhelatan digelar dalam Istana Peristirahatan yang mewah bergaya  Romawi klasik di kawasan sejuk Tawangmangu.

Fred Flinstone didaulat sebagai mediator pertemuan G 6. Tokoh netral yang lucu.

“Selamat datang di pertemuan akbar tak terarsip sejarah. Hari ini kita bahas tiga hal sakral: agama, hukum, dan ekonomi. Dan selamat datang para penguasa.”

Firaun menyilangkan tangan dengan gesture angkuh.

“Agama? Aku adalah agama itu sendiri. Para pendeta tunduk padaku. Rakyat takut padaku. Surga dan neraka kubangun dalam piramida. Di sana, kekuasaan abadi. Dan aku bangun ibukota baru dari Giza ke Luxor. Meski negeriku penuh dengan pasir, aku tak pernah mengekspornya ke negeri tetangga”

Hamurabi mengetuk meja dengan tablet batu. Mirip sabak di zaman Orla.
“Agama harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya. Jika imam mencuri, hukum tetap berlaku. Hukum adalah batu pondasi bangsa. Bukan wahyu yang bisa ditafsir sesuai selera raja.”

Darius tersenyum dingin.
“Aku jadikan agama sebagai lem sosial—semua suku, semua tuhan dan dewa, boleh dipercayai asal setor pajak. Yang penting jalan-jalan aman, rempah lancar, dan emas mengalir.”

Timur Lenk berdiri dengan tatapan membakar.
“Agama hanya alat. Aku bisa sembah Tuhan saat menyerbu, dan sembelih umat saat menang. Tak ada ayat yang lebih tinggi dari ambisi.”

Jokowi tersenyum, lembut namun ambigu.
“Di masaku, agama jadi sarana kontrol.  Aku buat partai Guns & Roses, beri panggung, jaga suara. Hukum? Elastis. Yang kritik ijazah terlalu keras, bisa diseret dengan pasal karet. Ekonomi? Yang penting jalan tol jadi, meski pasar tradisional mati. Tak ada yang bebas pajak kecuali teman-teman saya. Aku juga menjadi imam sholat meski alpatikah tak fasih. Semua institusi meminta wejanganku tak afdol tanpa kehadiranku” Itu semua karena rakyatku bodoh. IQ cuma 78 “

Hamurabi menatap tajam.
“Pasal karet? Itu bukan hukum. Itu permen yang bisa dikunyah oleh penguasa.”

Fred Flinstone mengetuk batu kapur
“Ekonomi ditempat gua sih barter. Lu kasih daging, gua kasih garam Tapi zaman kalian… ribet.”

Darius duduk tegak.
“Ekonomi sejati adalah sistem. Aku bikin koin, bangun kantor, catat panen, pastikan logistik. Tanpa birokrasi, kekuasaan adalah debu.”

Firaun senyum angkuh.
“Kekayaanku dari tanah, sungai, dan tenaga rakyat. Mereka membangun dengan iman dan cambuk. Tapi ingat, emas tak bisa menggantikan rasa takut pada dewa.”

Timur Lenk mengernyit dingin
“Kekayaan sejati adalah reruntuhan musuh. Kota yang dibakar menghasilkan emas paling murni: kekuasaan mutlak.”

Mulyono menyeruput kopi, intonasi santai.
“Di zaman saya, ekonomi meroket hingga ke bulan. Maka di negeri kami hadir peribahasa  pungguk merindukan bulan.  Investor ribuan.  Aku juga sudah produksi mobil Asemkan. Tapi rakyat tetap utang. Jalan-jalan tol terpanjang ku restui, tapi sawah tergusur. Menurut Badan Statistik dan Lembaga Survey serta Perusahaan Buzzer semua yang aku lakukan bagus. Pertumbuhan negara masih 5 persen. Hanya 3 bulan setelah lengser turun ke 4,8. Saat masih berkuasa minim PHK dan setelah purna Bank Dunia bilang 3 bulan kemudian 60 persen rakyatku menjadi miskin. Saya lihat di tiktok rakyat Indonesia hampir merata punya motor tapi perut mereka banyak kosong karena paket kuota.
Kami punya penerbangan sampai ke desa pegunungan. Smelter. Sesuatu yang tak pernah dicapai penguasa negeri sebelum saya.
LSM asing OCCRP kejam. Mereka mendapuk saya sebagai runner up korupter dunia.  Untunglah saya punya banyak pendukung di parlemen yang menjaga saya dan si anak sulung. Tapi tenang saja… asalkan narasi dibungkus rapi, semua dianggap sukses.”

Pratiktok sebagai punggawa menyelinap masuk bawa penganan khas martabak, kripik pisang dan es doger.

Obelisk bergetar dan mengukir tulisan.

> “Agama yang diperalat, hukum yang dibengkokkan, dan ekonomi yang menipu—semua hanya tiang kosong yang akan lapuk.”

Fred Flinstone terdiam, menatap mereka satu per satu.

“Jadi kesimpulannya… semua kalian pernah besar dan berkuasa tapi juga pernah lupa bahwa kekuasaan tanpa kejujuran hanyalah komedi panjang sejarah.”

Hamurabi membungkuk pelan.
“Benar. Dan hukum tanpa kebenaran hanyalah alat untuk menunda keadilan.”

Firaun menatap langit.
“Aku abadi dalam batu, tapi jiwaku hilang di antara doa-doa palsu.”

Darius:
“Administrasi besar bisa runtuh hanya karena satu kesombongan kecil.”

Timur Lenk berdiri, hendak pergi
“Dan sejarah akan selalu ditulis oleh mereka yang menang, bukan oleh mereka yang benar.”

Mulyono tersenyum samar. Kini gilirannya sebagai Presidensi G 5.
“Kadang, cukup jadi ramah dan buat kalimat baru seperti, sudah tapi belum… maka rakyat tak sadar bahwa mereka sedang digiring. Aku kadang jadi Imam Shalat dan aku dengan tiba-,tiba menjadi penggila Mettalica”

Julius Caesar yang sejak awal membisu akhirnya dengan gaya bicara yang agung dia sampaikan monolog Indah.

Bermahkota bunga Aurel dan jubah menjuntai. Dewa Republik dari semua bangsa di planet ini mengajukan sebuah pertanyaan yang diramu manis dalam kalimat dan diksi.

“Salve, pada  penguasa dalam pertemuan ini. Aku datang bukan membawa legiun, tapi sebuah pertanyaan:
‘Berapa harga kekuasaan bila dibayar dengan pengkhianatan dan pelupa sejarah?’”

Caesar senyum tipis.
Aku bergelar dewa Republik. Dicintai rakyat. Ditakuti senat namun ditikam kawan sendiri.
Ada guratan sedih  diraut wajanya.

“Aku manusia bukan dewa. Kalian dan sejarah membuatku dewa, sama seperti kalian mengubah hukum menjadi perisai dosa. Dengarlah pesanku sebelum kalian terus menerus oleh waktu.”

Kutitipkan nasehat kepada kalian tentang 3 hal yang tadi dibahas.

Caesar.
Tentang agama:
“Agama adalah topeng bagi kekuasaan, bila ia tak diberi batas. Di Roma, kami jadikan dewa-dewa sebagai bagian dari negara. Tapi hati-hati—ketika doa lebih nyaring dari suara rakyat, maka penguasa berubah jadi pendeta tiran.”

Tentang hukum:
“Hukum seharusnya melindungi dari pedang, bukan menjadi pedang itu sendiri. Aku menulis ulang hukum Roma, tapi ku tahu: ketika satu orang bisa mengubahnya sesuka hati, maka hukum sudah mati.”

Tentang ekonomi:
“Kekayaan sejati bukan pada kas negara, tapi pada stabilitas dan rasa adil. Ketika petani lapar dan senator berpesta, republik akan rebah dan rakyat akan mengangkat pedang, bukan panji bukan pula bendera partai”

Obelisk bergetar.

Lampu tiba-tiba padam. Gardu PLN meledak disambat petir atawa mungkin PLTD kekurangan solar dikorup pejabat Pertamini.

Para penguasa masa lalu  menghilang ke zamannya masing-masing..