JAKARTASATU.COM – Di lorong-lorong coworking space Jakarta hingga sawah digital di Yogyakarta, suara anak muda Indonesia menggema. Bukan lewat megafon demonstrasi atau mimbar orasi, tetapi lewat keinginan diam-diam mereka untuk hidup lebih bermakna.
Masih berdasarkan temuan nyata dari laporan “2025 Gen Z and Millennial Survey – Country Focus Indonesia” yang diterbitkan Deloitte Global maka pada Gen Z dan Milenial Indonesia di tahun 2025 ini ditemukan potret yang kontras dan sekaligus mencerminkan kebenaran zaman bahwa pekerjaan bukan lagi sekadar sumber penghasilan, tetapi panggilan nilai dan kebahagiaan.
Bukan Lagi “Kerja Demi Gaji”, Tapi “Kerja dengan Arti”
Sebanyak 97% Gen Z dan Milenial Indonesia menyatakan bahwa makna atau purpose dalam pekerjaan sangat penting bagi kepuasan hidup dan kesehatan mental mereka. Bahkan 35% Milenial mengaku pernah meninggalkan pekerjaan karena merasa tidak ada makna di dalamnya.
Ini bukan soal idealisme kosong. Ini soal harga diri. Tentang tidak lagi menerima gaji besar dengan tekanan batin yang lebih besar.

AI, Soft Skill, dan Perjuangan Belajar Seumur Hidup
Mereka sadar dunia berubah. 71% Gen Z dan 73% Milenial Indonesia sudah menggunakan teknologi GenAI di pekerjaan mereka. Namun teknologi bukan jawaban tunggal—97% dari mereka menganggap soft skill seperti empati, komunikasi, dan kepemimpinan sebagai kompetensi paling penting untuk masa depan.
Mereka belajar bukan karena disuruh, tapi karena tahu bahwa dunia tidak akan menunggu.
Ada fenomena pecah kongsi dengan tradisi manajerial lama. Ada jurang menganga antara ekspektasi dan kenyataan di tempat kerja. Mereka menginginkan pemimpin yang membimbing, bukan mengawasi. Yang menginspirasi, bukan hanya mendikte.
Tapi survei menunjukkan: hanya 44% dari Gen Z dan Milenial Indonesia yang merasakan manajer mereka benar-benar membimbing dan memotivasi. Sementara mayoritas masih merasa pekerjaan mereka dimanajemen layaknya mesin—bukan manusia.
Tekanan Hidup Bukan Dongeng: Mereka Hidup dari Gaji ke Gaji
Meski wajah mereka ceria di Instagram, 57% Gen Z Indonesia dan 47% Milenial Indonesia hidup dari gaji ke gaji. Bahkan 25% dari Gen Z dan 19% Milenial kesulitan memenuhi kebutuhan dasar setiap bulan.
Tekanan biaya hidup, kekhawatiran pensiun tanpa jaminan, dan ketidakpastian ekonomi membuat kebahagiaan terasa seperti kemewahan.

Lingkungan Hidup: Mereka Tidak Cuek, Mereka Peduli
Bertolak belakang dari stigma apatis, 89% Gen Z dan 84% Milenial Indonesia merasa cemas terhadap lingkungan dalam sebulan terakhir. Lebih dari 90% dari mereka mempertimbangkan rekam jejak lingkungan perusahaan sebelum menerima pekerjaan.
Mereka membeli produk ramah lingkungan, melakukan riset terhadap brand, bahkan siap pindah kerja jika industri tempatnya bekerja mencemari bumi.
Dari situ ada pelajaran penting untuk para pemimpin, “Dengarkan, jangan ceramahi!” Angka-angka ini seharusnya bukan sekadar statistik, tapi sinyal keras. Gen Z dan Milenial Indonesia bukan ingin dimanjakan. Mereka hanya ingin dihargai. Mereka bekerja keras, tapi tidak mau dikorbankan.
Mereka tidak takut berubah—mereka takut stagnan. Tidak takut tantangan—mereka takut kehilangan makna.
Yang jelas jangan pernah remehkan mereka. Mungkin mereka terlihat diam. Tapi di balik diam itu, ada pergerakan nilai yang kuat. Mereka tidak hanya ingin sukses. Mereka ingin hidup dengan utuh: punya uang, punya waktu, dan punya arti.
Dan satu hal pasti, mereka tidak akan menunggu izin untuk menciptakan dunia kerja yang mereka dambakan. |WAW-JAKSAT
Simak survei lengkapnya di sini: 2025 GenZ Millennial Survey – Country Report – Indonesia