Deloitte Report | Gen Z and Millennial Survey 2025
Deloitte Report | Gen Z and Millennial Survey 2025

JAKARTASATU.COM – Dunia kini bergerak lebih cepat dari nalar manusia—dan dua generasi berada tepat di pusarannya. Gen Z dan Milenial. Mereka bukan hanya konsumen TikTok dan kopi dingin, bukan sekadar demografi pasar. Mereka adalah suara hati dunia kerja, ekonomi, dan perubahan sosial yang sedang menggeliat. Dan tahun ini, suara itu terdengar lebih berat—namun tetap berpendar harapan.

Dalam laporan global tahunan Deloitte bertajuk 2025 Gen Z and Millennial Survey, lebih dari 22.800 responden dari 44 negara menggambarkan lanskap mental, sosial, dan ekonomi yang mereka hadapi. Ini bukan sekadar survei; ini adalah cermin jernih atas keresahan, mimpi, dan tekad generasi yang sering disalahpahami.

Di Bawah Bayang Kecemasan, Optimisme Masih Menyala

Krisis ekonomi, konflik geopolitik, inflasi, hingga perubahan iklim menjadi wajah-wajah harian yang mereka tatap. Namun anehnya, dalam pusaran ketidakpastian itu, lebih dari 40% Gen Z dan Milenial tetap optimistis bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih baik dalam 10 tahun ke depan .

Optimisme ini bukan naif, melainkan bentuk resistensi—semacam harapan keras kepala. Bahkan saat 6 dari 10 responden mengaku sering merasa stres dalam seminggu terakhir, mereka tak menyerah begitu saja pada keputusasaan .

Bukan Lagi “Quiet Quitting”, Mereka Ingin “Quiet Resilience”. Generasi ini semakin vokal soal pekerjaan. Lebih dari 60% menginginkan keseimbangan hidup dan kerja yang nyata, bukan jargon korporat. Mereka menginginkan fleksibilitas kerja, dukungan kesehatan mental, dan nilai-nilai keberlanjutan dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Namun realitasnya tak semanis harapan. Banyak yang merasa tidak aman secara finansial. Sekitar 56% Gen Z dan 55% Milenial mengatakan mereka hidup dari gaji ke gaji—dan sebagian bahkan mempertimbangkan pekerjaan kedua hanya untuk bertahan .

Ini bukan generasi pemalas seperti yang kerap dituding. Mereka adalah generasi yang bekerja keras, tapi menolak untuk dibakar habis oleh sistem yang tak berpihak.

AI: Antara Ancaman dan Asa

Satu bab penting dalam laporan tahun ini adalah soal AI. Teknologi kecerdasan buatan menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, mereka menyadari potensi AI dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Namun, di sisi lain, lebih dari setengah dari mereka khawatir bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka di masa depan .

Yang menarik, mereka tak hanya pasrah. Sebagian besar Gen Z dan Milenial aktif mencari pelatihan keterampilan baru—terutama dalam bidang teknologi, keberlanjutan, dan komunikasi. Mereka tahu masa depan bukan hanya untuk ditunggu, tapi harus dipersiapkan.

Planet, Politik, dan Perubahan: Mereka Tidak Netral

Perubahan iklim tetap menjadi kecemasan utama. Sekitar 75% Gen Z dan 73% Milenial menyatakan mereka sangat prihatin terhadap masa depan planet ini . Kekhawatiran ini diwujudkan dalam aksi nyata: memilih merek yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan plastik, hingga menuntut transparansi dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Dalam urusan sosial-politik, mereka juga lebih terlibat dibanding generasi sebelumnya. Dari aktivisme digital hingga partisipasi dalam gerakan sosial, mereka membentuk lanskap politik yang lebih sadar akan isu keadilan dan keberlanjutan.

Apa yang Bisa Dipelajari? Bagi pembuat kebijakan, pelaku bisnis, dan para pemimpin, ini bukan sekadar hasil survei. Ini adalah peringatan dini dan undangan terbuka. Jika perusahaan ingin bertahan, mereka harus bertransformasi: mendengarkan, memahami, dan bertindak sesuai nilai yang diyakini generasi ini.

Sebab Gen Z dan Milenial bukan sekadar angka statistik. Mereka adalah denyut jantung masa depan. Dan mereka sudah tidak sabar menuliskan babak baru dunia—dengan atau tanpa kita.|WAW-JAKSAT

2025 GenZ Millennial Survey – Global Report

Catatan redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan temuan nyata dari laporan “2025 Gen Z and Millennial Survey – Global Report” yang diterbitkan Deloitte Global.