JAKARTASATU.COM – Di lereng-lereng tropis Indonesia, di mana pagi masih dibungkus embun dan aroma kopi belum tersentuh pasar global, petani-petani Robusta diam-diam sedang mengukir pergeseran besar dalam lanskap perdagangan kopi dunia. Tanpa gegap gempita, panen Robusta Indonesia mulai membanjiri pasar Asia dan dunia, menekan harga diferensial regional dan membuat kopi-kopi dari Brasil, sang raksasa kopi dunia, tampak kurang kompetitif.
Ini bukan sekadar cerita tentang kopi. Ini adalah narasi tentang bagaimana dinamika cuaca, stok terbatas, dan keputusan strategis petani bisa mengguncang rantai pasok global dari ladang-ladang tropis hingga meja-meja eksekutif di bursa komoditas.
Pergeseran Pusat Gravitasi dari Brasil ke Asia
Pada April 2025, ekspor kopi Brasil anjlok tajam sebesar 27,7% dibandingkan tahun sebelumnya, hanya mencapai 3,09 juta kantong. Penurunan itu terjadi pada dua pilar utama ekspor Brasil: Arabika yang turun 17,4% menjadi 2,68 juta kantong, dan Conilon (varietas Robusta Brasil) yang merosot 84,9% menjadi hanya 103.580 kantong.
Bagi negara yang selama ini menjadi poros utama dalam ekspor kopi dunia, penurunan ini bukan angka biasa. Seperti dijelaskan oleh Hedgepoint Global Markets, ini adalah hasil dari stok carryover yang terbatas dan lambatnya awal panen 2025/26. Musim panen yang dimulai pada Mei ini masih berjalan lambat, terutama akibat curah hujan tinggi di daerah penghasil seperti Espírito Santo, Bahia, dan Rondônia. Arabika baru dipanen 4% dan Conilon 11%, menjadikan total panen nasional hanya 7%, jauh dari rata-rata historis 10%.
“Sebagian besar petani saat ini lebih mapan secara finansial, sehingga cenderung menunda penjualan hasil panen baru, menunggu harga yang lebih menguntungkan atau kepastian panen 2026/27,” ungkap Laleska Moda, Analis Intelijen Pasar dari Hedgepoint.
