
JAKARTASATU.COM– Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan bahwa Reformasi 1998 bukan sekadar untuk diperingati, melainkan untuk diulangi dalam konteks perombakan struktur ekonomi Indonesia. Ia menyampaikan pandangannya ini dalam sebuah Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998: “Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi” di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Menurut Rocky, kata “reformasi” yang muncul pada 1998 adalah pilihan yang “paling lemah” karena sejatinya ada keinginan untuk “revolusi,” namun terhalang oleh ketakutan akan perubahan total.
“Dari Orde Baru ke Orde Reformasi pasca 1998 sampai kini: struktur dan kekuasaan politik berubah drastis, namun struktur ekonomi hanya sedikit bertambah kelas menengah. Segelintir orang masih tetap menguasai ekonomi,” ujar Rocky, menyoroti ketimpangan yang masih terjadi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rasio gini Indonesia pada September 2024 berada di angka 0,381, yang mengindikasikan ketimpangan ekonomi sedang. Angka ini cenderung fluktuatif namun masih menunjukkan kesenjangan yang perlu diatasi.
Rocky secara eksplisit menyatakan dukungannya terhadap ekonomi sosialis, sebuah sistem ekonomi yang diatur sepenuhnya oleh negara dengan kepemilikan bersama atas alat-alat produksi, dengan tujuan pemerataan kesejahteraan. Ia mengklaim bahwa Presiden Prabowo Subianto juga menginginkan hal serupa saat mereka berdiskusi tiga atau empat tahun lalu.
Negara-negara seperti Kuba dan, dalam taraf tertentu, Tiongkok dan Vietnam, telah mengadopsi elemen-elemen ekonomi sosialis dalam sistem mereka.
“Kita inginkan sosialisme (ekonomi). Ini momentum Prabowo untuk ekonomi politik,” tegas Rocky.
Ia melihat perombakan kabinet sebagai peluang bagi pemerintahan Prabowo untuk mewujudkan visi ekonomi sosialis ini. “Perombakan kabinet memungkinkan kita bersosialisme,” tambahnya, merujuk pada saran yang mungkin disampaikan oleh pihak seperti Haris Rusly mengenai perombakan ekonomi.
Bagi Rocky Gerung, momentum ini harus dimanfaatkan untuk mengulangi esensi Reformasi, bukan hanya sekadar memperingatinya. Ia berharap agar pemerintah saat ini dapat mendisiplinkan “segelintir penguasa ekonomi” dan mengembalikan apa yang didapat dengan cara tidak lazim, demi kemakmuran dan kemajuan rakyat secara menyeluruh. (RIS)