Foto: Prof Jimly Asshiddiqie, dok. ICMI

JAKARTASATU.COM– Fenomena korupsi di Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie pada Rabu (21/5/2025), masih menjadi masalah kronis yang terus berulang dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Pernyataan Jimly yang menyoroti pendekatan “sensasi” daripada pembenahan sistemik dari hulu ke hilir, mulai dari kualitas perencanaan hingga pengawasan dan penindakan yang efektif, masih sangat relevan hingga saat ini.

“Masalah korupsi terus saja trjadi dimana2 & brulang2. Sjak reformasi 27th lalu sampai skrg tdk jg brhasil ditanggulangi. Smua krena didekati dg sensasi, tdk dg pmbenahan sistemik mulai dari hulu ke hilir. Mulai dari kualitas perencanaan sampai pengawasan & penindakan yg efektif,” kata Jimly.

Dalam dua tahun terakhir, khususnya sejak pertengahan 2023 hingga saat ini, Indonesia terus dihantam dengan berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, menunjukkan bahwa akar masalah yang disinggung Prof. Jimly belum tertangani secara fundamental. Sebagai contoh, pada awal tahun 2024, publik dihebohkan dengan kasus dugaan korupsi dalam tata niaga timah yang melibatkan sejumlah besar uang negara, di mana kerugian negara ditaksir mencapai triliunan rupiah.

Kasus itu menyeret nama-nama besar dan menjadi sorotan luas karena skala dan dampaknya yang masif terhadap perekonomian dan lingkungan. Demikian dikutip Tempo.

Selain itu, sektor pelayanan publik juga tak luput dari praktik rasuah. Pada akhir tahun 2023 dan awal 2024, beberapa kasus suap terkait perizinan dan pengadaan barang/jasa di tingkat daerah kembali mencuat ke permukaan, melibatkan kepala daerah dan pejabat dinas.

Kasus-kasus itu, meskipun mungkin tidak sebesar kasus mega-korupsi timah, menunjukkan bahwa praktik korupsi sudah mengakar di berbagai lapisan birokrasi dan berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik yang diterima masyarakat.

Kegagalan penanggulangan korupsi selama 27 tahun reformasi, seperti yang disoroti Prof. Jimly, memang patut menjadi bahan perenungan serius. Pendekatan yang lebih fokus pada pencitraan dan penindakan kasus-kasus yang viral, tanpa disertai perbaikan fundamental pada sistem pencegahan, transparansi, dan akuntabilitas, hanya akan menjadi siklus berulang.

Pentingnya pembenahan kualitas perencanaan anggaran, pengawasan yang efektif oleh lembaga internal maupun eksternal, serta penindakan yang adil dan tanpa pandang bulu, adalah kunci untuk benar-benar memberantas korupsi hingga ke akarnya. Tanpa komitmen kuat terhadap perbaikan sistemik ini, pemberantasan korupsi di Indonesia akan terus menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai. (RIS)