JAKARTASATU.COM– Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) sekaligus Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Arif Minardi, menyuarakan keprihatinan mendalam atas bangkrutnya sebuah perusahaan tekstil yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 13.000 karyawannya. Sorotan utama Minardi adalah pinjaman triliunan rupiah yang diterima perusahaan tersebut, namun gagal menyelamatkannya dari kebangkrutan.
“Yang saya ingin adalah pinjaman 3, sekian triliun… angka yang luar biasa, tapi akhirnya ujungnya perusahaan harus bangkrut juga,” ujar Arif Minardi menanggapi kasus PT Sritek yang pimpinnya dijadikan tersangka, lewat akun YouTube LEM TV, Sabtu.
Ia mempertanyakan efektivitas pinjaman dari lembaga keuangan negara atau bank yang seolah tidak berguna karena diduga disalahgunakan, seperti untuk membayar utang lama.
Minardi mendesak pemerintah dan institusi perbankan untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran. Menurutnya, ketika sebuah perusahaan meminjam uang dalam jumlah besar, pengawasan khusus dan ketat harus diberlakukan.
“Harusnya dengan pinjaman seperti itu perusahaan juga tidak sampai bangkrut, apalagi sampai ada PHK,” tegasnya.
Arif Minardi juga menyoroti dugaan adanya “kebocoran” dana dalam proses pinjaman jumbo tersebut. Ia tidak menampik kemungkinan adanya “fee” atau komisi yang diberikan kepada oknum pejabat, baik dari pihak bank maupun pemerintah, untuk melancarkan pinjaman.
“Ketika pinjaman besar itu juga hilangnya juga besar… untuk melancarkan pinjaman itu kadang-kadang juga ada fee kepada pejabat atau oknum-oknum pejabat baik dari bank maupun dari pemerintah,” ungkapnya, yang pada akhirnya merugikan pekerja.
Oleh karena itu, Minardi menekankan pentingnya pengawasan yang lebih cermat terhadap kelayakan perusahaan yang menerima pinjaman, tidak hanya dari aspek bisnis tetapi juga dampak terhadap kesejahteraan karyawan. Ia mengusulkan agar ada korelasi yang jelas antara pinjaman yang diberikan dengan kesejahteraan karyawan, termasuk upah dan jaminan sosial mereka.
Minardi bahkan menyarankan agar Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dilibatkan dalam proses penilaian kelayakan pinjaman besar. “Saya mengusulkan agar ketika ada pinjaman-pinjaman itu ada kelayakan jugalah dari Kementerian Tenaga Kerja agar dilihat ketika pinjaman dalam besar apakah dia sudah memenuhi semua upahnya, jaminan sosialnya dan lain-lain,” pungkasnya.
Menurutnya, kasus seperti ini adalah fenomena umum di Indonesia. “Sekali lagi pinjaman-pinjaman itu mau ke depan itu harus dikorelasikan dengan kesejahteraan karyawan pada perusahaan tersebut,” tutup Arif Minardi, berharap kasus ini menjadi perhatian serius semua pihak demi menjamin kesejahteraan pekerja. (RIS)