Risalah Pelangi
Taufan S. Chandranegara
Praktisi seni, penulis
Barangkali ada hal tak pernah terpikir oleh sebuah negara, semisal begini.; Apa kan terjadi apa bila sebuah negara ditinggalkan rakyatnya, eksodus massal ke benua-benua atau kepulau-pulau impian, sebagaimana cita-cita rakyatnya masing-masing. Seru juga barangkali. So pasti sebuah negara akan karam oleh zaman.
Pertanyaannya kemudian, so why gitu loh eksodus itu bisa terjadi, banyak faktor; bisa saja sebab sebuah negeri di azab, menjadi tandus atau menjadi negeri hujan terus menerus. Nah baiklah kalau begitu; maka ketentuan pilihan ada pada penghuni negara bersangkutan. Gitu dong. Mau memilih tetap tinggal atau pindah ke lain hati.
Barangkali akan banyak menuai komentar apabila, seumpama mau meneliti sebab-sebabnya; multi kompleks, multi pilihan, kembali ke nurani personal; bisa kelompok atau perorangan. Namun ketika hal itu kelak kemudian hari menjadi sejarah ternyata, konon, pada masanya telah baru diketahui, semuanya mati dengan rasa menyesal, kecewa pada situasi kebaruan dari cita-citanya.
Sebuah kisah atau sebuah cerita mungkin saja bisa terjadi oleh sebab akibat tak terduga kalau kembali mau menilik sifat dasar alami, mendadak hujan mendadak pula kemarau.
Oke. Gini deh kalau melihat mendung pasti berpraduga akan hujan, belum tentu, ternyata hanya gerimis rintik sejenak. Setelahnya kemarau sepanjang hari, demikian pula sebaliknya. Cuaca bisa terduga sementara waktu, lantas apa sebenarnya kan terjadi di balik cuaca itu tak satupun tahu. Buktikan saja sendiri. Gong!
Kalau ternyata hujan, basah kuyuplah bagi siapapun tak memiliki jas hujan atau tak membawa payung, bagi kaum sebaliknya sedia payung sebelum hujan selamatlah dari basah meski di bawah hujan, lantas bagi sebagian lain biarlah kehujanan demi sampai ke tujuan. Kembali pada pola personal pilihan, untung rugi tanggung sendiri.
Apapun kan terjadi ataupun telah terjadi di lampau di sejarah telah lama lewat sekalipun. Penyesalan di balik keberuntungan barangkali terjadi lantas apa mau dikata ketika perjalanan harus mencapai tujuan. Apapun pilihannya tentu menguntungkan bagi pihak lain, merugi ataupun penuh penyesalan bagi pihak sebaliknya.
Itu sebabnya ada sebutan pilihan kembali pada hati nurani, namun dilarang munafik atau oportunis. Ken bae lah sing penting untung diri sendiri, ada lagi sono sini sama aja, menunya, ada lagi ya sudah mau apa lagi terlanjur sampai di tujuan, ada lagi menyesal dalam kegelisahan sepanjang hidupnya mengubur cita-cita bersama jasadnya.
Hati nurani milik personal, tak bisa dibeli atau diperjual belikan, namun semua hal terkait, sebuah keputusan apapun itu sungguh domain pribadi, meski ada juga hal demikian mungkin terjadi dengan alasan keterpaksaan tak ada jalan lain ke Roma, atau lebih baik ke kiri dari pada ke kanan. Ada pula di sana senang di sini senang.
***
Jakartasatu, Indonesia, Mei 25, 2025.