Jokowi Telah Menekan Tombol Nurani Dan Emosinya Karena Pilihannya Tinggal Menyerah

Sutoyo Abadi

Kita harus mengakui bahwa keberanian membela kebenaran, kejujuran dan kebenaran mempunya prerogatifnya sendiri.

Tuhan atas kuasaNya, akan memberikan ruang, waktu dan besarnya kekuatan, memberikan kemenangan sesuai janji dan waktunya.

Daya yang benar – benar nyata tidak sulit untuk dibuktikan secara ilmiah.

Setiap keberanian akan berjumpa dengan kepengecutan. Keberanian akan menang karena kepengecutan itu sendiri mengimplikasikan hilangnya keseimbangan.

Keberanian tetap harus didukung pikiran reflektif agar tidak merosot menjadi ledakan yang membabi buta sesuai maksud dan sasarannya.

Konflik dengan Jokowi telah bergeser ke medan moral, medan yang asing bagi Jokowi karena selama ini hidup di medan yang gelap.

Suasana ketakutan, panik, gagap, terlalu agresif dan marah karena cakupan konflik wilayahnya semakin meluas sulit di kendalikan dengan segala rekayasa tipuannya.

Upaya mengelola dan mengendalikan terlalu banyak masalah yang menimpa diri dan keluarga ( dinastinya ) menjadikan dirinya kelelahan dan akhirnya kehilangan kendali atas situasi dan dinamikanya.

Dinamikanya makin kalang kabut, medan konflik telah bergeser ke medan moral, peredam angpao mental bahkan hanya untuk permainan para buzzernya yang makin tak berdaya.

Kelemahan emosi dan rasa kesalnya telah memancing masuk perangkap mematikan terus menerus membuat salah langkah. Sudah tidak ada tempat untuk membela diri.

Jokowi telah sampai pada jalan buntu, pada titik ini segalanya hilang. Tembok pertahanan akhir di Bareskrim runtuh berantakan. Kawan yang dikira akan membersamai menghilang.

Perasaan frustasi merayap dalam dirinya menimbulkan kejatuhan mentalnya yang mendahului kejatuhan fisik.

Tiba saatnya harus menekan tombol nurani, hati dan emosinya menentukan sikap hanya satu pilihan menyerah mengakui semua kebohongan dan tipisnya selama ini dan harus siap menanggung semua resikonya. (*)

30/5/2025