Langit Mulai Bekerja
By Yossie Baharudin
Perlahan—tapi pasti,
Langit mulai bekerja.
Hutang atas dusta
yang ditabur dengan sangat jahat,
mulai ditagih.
Penagih-Nya telah turun tangan.
Ada yang dibayar dicicil,
ada yang dibayar kontan,
ada pula yang ditangguhkan
untuk dipukul balik lebih keras di ujung waktu.
Tapi jika cicilan itu panjang dan terjal,
jika dibayar dengan nyawa, kehormatan, atau anak-anak yang merintih,
apakah bisa lunas?
Dusta terlalu luas,
keserakahan terlalu rakus,
hingga tak ada tanah cukup luas
untuk menimbunnya.
Apakah akan menyogok Tuhan
dengan ritual, dana CSR, atau karangan bunga?
Apakah keadilan bisa dirayu dengan proposal atau fatwa?
Masihkah dikerahkan pewarta bayaran,
untuk menutup tagihan dosa dan neraka yang mekar?
Masihkah dipakai besi berseragam,
untuk membungkam siar derita?
Sementara rangkaian dosa makin panjang,
keadaan mulai terkapar.
Hina dina tak lagi bisa ditutup,
busuknya menyeruak
di sela-sela WiFi dan layar digital.
Kini, kehinaan ditonton berjamaah.
Disajikan di layar-layar gemerlap,
dengan latar narasi-narasi gincu,
diselingi promo dan buzzer.
Buzzer berbaju analis,
pakar bermental makelar,
membingkai dosa dengan elegan.
Mereka memoles seolah-olah,
membius seakan-akan.
Mereka tahu:
semua bisa dibeli,
karena semua—
ada harganya.
Kepalsuan pun dikira bisa menghipnotis jagat,
dibungkus dengan algoritma dan angka.
Tapi jagat tak sebodoh itu.
Jagat dipukul telak.
Tak dikira, Sang Pemilik Jagat menampar balik,
keras dan sengit.
Tak dengan amarah,
melainkan dengan Sunatullah
yang terus berjalan
— tanpa drama,
tanpa konferensi pers.