Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), QU Dongyu, telah menunjuk Alue Dohong sebagai Asisten Direktur Jenderal dan Perwakilan Regional FAO untuk Asia dan Pasifik, yang berlaku mulai 15 Mei 2025.
JAKARTASATU.COM – Suatu pagi yang tenang di Palangka Raya, sekitar tiga dekade silam, seorang pemuda Dayak muda berjalan menyusuri hamparan gambut yang menghitam dan basah. Ia tahu, lahan ini menyimpan lebih dari sekadar rawa dan akar. Ia melihat masa depan yang tak hanya hijau, tetapi juga adil -—bagi masyarakat adat, lingkungan, dan bangsa. Nama pemuda itu, Alue Dohong.
Kini, tiga puluh tahun kemudian, lintasan hidupnya menyilang ke pusat diplomasi pangan dan pertanian dunia. Pada 15 Mei 2025, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) resmi menunjuk Alue sebagai Asisten Direktur Jenderal sekaligus Perwakilan Regional FAO untuk Asia dan Pasifik, berkedudukan di Bangkok, Thailand. Ia menjadi satu dari sedikit warga negara Indonesia yang pernah menduduki jabatan strategis di tubuh FAO.
Penunjukan ini bukan sekadar promosi birokratik. Ini adalah penegasan global terhadap pentingnya suara Asia, suara Indonesia, dan lebih spesifik lagi—suara dari tanah gambut Kalimantan—dalam isu-isu pangan, perubahan iklim, dan keberlanjutan.
Pejuang Lahan Basah, Diplomat Lingkungan
Alue bukan produk instan diplomasi internasional. Ia mengakar kuat di dunia akademik dan advokasi lingkungan. Kariernya dimulai tahun 1994 sebagai dosen muda di Universitas Palangka Raya, tempat ia kelak membangun fondasi intelektual pengelolaan lingkungan dan restorasi lahan gambut.
Dari kelas kuliah, Alue turun langsung ke lapangan sebagai Koordinator Kalimantan untuk Wetlands International selama hampir satu dekade. Ia menyaksikan langsung betapa rapuhnya ekosistem yang menjadi penyangga hidup masyarakat lokal. Ketika dunia mulai berbicara tentang REDD+ dan dekarbonisasi, Alue sudah lebih dulu terlibat sebagai Tenaga Ahli REDD+ Kalimantan Tengah.
Tahun 2016, ia dipercaya sebagai Deputi Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG)—lembaga yang lahir dari komitmen nasional Indonesia dalam menanggulangi kebakaran hutan dan perubahan iklim. Puncaknya, pada periode 2019–2024, ia menjabat sebagai Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Meyakini pendidikan adalah akar perubahan, di tengah padatnya agenda restorasi dan diplomasi, Alue tetap menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ia meraih gelar Doktor Filsafat di bidang Manajemen Lingkungan dari University of Queensland, Australia, setelah sebelumnya meraih Magister Sains dari University of Nottingham, Inggris, dan Sarjana Ekonomi Pembangunan dari Universitas Palangka Raya.
Latar belakang pendidikannya mencerminkan keseimbangan antara kehati-hatian saintifik dan keberanian politis. Ia membawa pendekatan ilmiah dalam tiap keputusan strategisnya. Dunia menyaksikan, Indonesia memiliki pemikir dan praktisi lingkungan yang lengkap: berakar, berpikir, dan berbuat.
Representasi Asia-Pasifik, Harapan Baru Global
Sebagai Perwakilan Regional FAO untuk Asia dan Pasifik, tanggung jawab Alue sangat besar. Kawasan ini dihuni oleh lebih dari separuh populasi dunia dan menghadapi tantangan krusial seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, krisis air, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Penunjukan ini menunjukkan kepercayaan dunia internasional terhadap kompetensi Indonesia dalam isu-isu global. Terlebih, posisi ini menempatkan Alue dalam pengambilan kebijakan strategis yang akan memengaruhi jutaan petani kecil, komunitas pesisir, hingga masyarakat adat di seluruh kawasan.
Kisah Alue Dohong bukan sekadar catatan karier. Ia adalah narasi tentang bagaimana ketekunan, komitmen terhadap lingkungan, dan akar budaya lokal bisa mengantarkan seseorang ke panggung global. Dunia internasional tidak mencari orang yang sempurna. Dunia mencari suara yang otentik—dan Alue membawanya dari Kalimantan ke Bangkok.
Di tengah krisis pangan, perubahan iklim yang semakin mengancam, dan tuntutan akan keadilan ekologis, suara seperti Alue menjadi penting. Karena ia bukan hanya mengerti teori pembangunan berkelanjutan, tapi telah menghidupinya, mengerjakannya, dan kini—mewakilinya.
Ketika seorang anak Dayak dari tanah gambut dipercaya memimpin diskusi global tentang pangan dan pertanian, dunia bukan hanya menyimak. Dunia sedang belajar. Dan Indonesia, sedang memberi arah.|WAW-JAKSAT
Parfum Kemenyan Mendunia
Cerpen: Wahyu Ari WicaksonoDi sebuah desa kecil bernama Kemloko, di lereng Gunung Sindoro, hidup seorang lelaki paruh baya bernama Mbah Sarjiman. Ia...
Thomas Lembong & Hukuman yang Absurd Itu...Namanya Thomas Trikasih Lembong, dikenal dengan nama Tom Lembong, Ias seorang politikus, bankir, dan ekonom Indonesia. Jika namau...
Aku Bingung, Bimbang Dan Ragu
Sutoyo Abadi
sepenggal cerita Kapten Ibrahim Traore sudah masuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Seoang anak muda di Afrika Barat, dijuluki...
PROF DIEN : MENINGKATKAN PENYELIDIKAN KE PENYIDIKAN ADALAH BENTUK KEZALIMANby M Rizal FadillahProf Dien Syamsuddin sebagai mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan mantan Ketua...
JAKARTASATU.COM- Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu, kembali melontarkan kritik tajam yang menyoroti standar ganda penegakan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia. Melalui cuitan...