Budaya Kita Harus Jadi Pola Dunia
CATATAN dari CILANDAK Aendra Medita*)
Di tengah derasnya arus globalisasi, budaya bangsa-bangsa menghadapi tantangan berat. Banyak yang tercerabut dari akarnya. Dunia kini mencari pola baru — pola yang lebih beradab, lebih berkelanjutan, lebih manusiawi.
Indonesia, dengan kekayaan budayanya, sesungguhnya memiliki bekal untuk memberikan kontribusi peradaban yang besar. Namun syaratnya jelas: kita harus lebih luhur dalam nilai kebangsaan kita sendiri.
Ki Hajar Dewantara sudah mengingatkan kita untuk berdiri di atas kaki sendiri, bersendikan kebudayaan sendiri. Soekarno menegaskan agar kita jangan menjadi bangsa pengekor. Mohammad Hatta menekankan bahwa pembangunan bangsa harus juga membangun peradaban, bukan hanya aspek ekonomi.
Di saat dunia bicara tentang keberagaman, kita sudah lama hidup dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Di saat dunia bicara tentang harmoni dengan alam, kita memiliki berbagai praktik kearifan lokal yang masih lestari.
Di saat dunia mengalami krisis solidaritas, kita punya semangat gotong royong yang mengakar. Namun ironisnya, banyak generasi muda kini lebih mengenal budaya asing daripada filosofi bangsanya sendiri. Inilah tantangan besar kita: membangun kepercayaan diri budaya.
Budaya Indonesia bukan sekadar warisan masa lalu. Budaya kita adalah pandangan hidup yang relevan untuk masa depan dunia. Jika kita mampu merawat, menghidupkan, dan mempromosikannya dengan bangga, bukan tidak mungkin budaya kita kelak menjadi pola dunia yang baru — dunia yang lebih manusiawi, lebih selaras dengan alam, dan lebih beradab.
Hari ini, ketika dunia menghadapi krisis identitas, krisis ekologi, dan krisis solidaritas, budaya Indonesia sesungguhnya menawarkan pola hidup yang sangat relevan: Gotong royong sebagai jawaban atas individualisme yang merajalela. Kearifan lokal tentang alam sebagai panduan menuju keberlanjutan. Falsafah Bhinneka Tunggal Ika sebagai pelajaran tentang hidup dalam keberagaman. Namun semua itu hanya mungkin menjadi kontribusi bagi dunia bila kita, bangsa Indonesia, lebih dahulu menghayati keluhuran budaya kita sendiri. Tanpa rasa rendah diri. Tanpa latah meniru.
Dengan percaya diri budaya, kita dapat menghadirkan wajah Indonesia yang tidak sekadar indah untuk ditonton, tetapi mengilhami dunia yang kini mencari arah baru.
(*aendra medita manusia biasa pencinta seni budaya, tinggal di Jakarta Selatan)
9 Juni 2025