aji.or.id
aji.or.id
JAKARTASATU.COM – Bayangkan tanah yang telah ditanami sejak masa kakek buyutmu, kini diklaim sepihak oleh perusahaan besar. Rumah yang kau bangun perlahan runtuh bukan karena gempa, tapi oleh kekuasaan yang mendadak merasa berhak atas segalanya. Inilah yang dialami warga Desa Telemow, Kalimantan Timur, dan juga potret luka yang tertuang dalam buku “Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional”, yang diterbitkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada Mei 2025.
Buku ini bukan sekadar dokumentasi liputan lapangan, melainkan hasil dari napas panjang jurnalisme sastrawi yang bernyali dan berakar pada nurani. Disusun oleh 14 jurnalis dari berbagai daerah dan media, buku ini menjadi saksi yang berbicara saat negara memilih bungkam.
Di Balik Gemerlap Nama “Proyek Strategis Nasional”
Proyek Strategis Nasional (PSN) selama ini dibungkus dengan narasi gilang-gemilang: pertumbuhan ekonomi, pembangunan kota cerdas, keberlanjutan. Namun di balik brosur dan tayangan drone itu, siapa sebenarnya yang diuntungkan?
Buku ini mengupas bagian yang nyaris selalu disensor dari narasi besar pembangunan: ketimpangan, penggusuran, kriminalisasi warga, dan ketimpangan legalitas. Lewat rangkaian reportase mendalam, pembaca diajak menyelami tiga lanskap geografis yang menjadi jantung PSN seperti: Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan Maluku Utara dengan sorotan tajam pada efek domino pembangunan terhadap masyarakat akar rumput.
Telemow: Ketika Warisan Leluhur Dipatok HGB
Kisah paling menggugah datang dari Desa Telemow, hanya 15 kilometer dari titik nol Ibu Kota Nusantara (IKN). Di sana, warga dihadapkan pada klaim Hak Guna Bangunan (HGB) oleh PT ITCI Kartika Utama, anak usaha Arsari Group milik Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Presiden Prabowo Subianto.
Sejak 2017, warga Telemow mulai didekati dan diminta menandatangani formulir pengakuan bahwa tanah yang mereka tempati, bahkan beberapa di antaranya telah digarap sejak 1920-an, adalah milik perusahaan. Mereka yang menolak diancam pidana. Sejumlah warga, seperti Rudiansyah dan Saparuddin, ditetapkan sebagai tersangka penyerobotan. Padahal mereka memiliki bukti warisan, pajak, dan surat keterangan tanah sejak dekade 1990-an.
Wartawan menyusuri detail demi detail, mulai dari surat somasi, panggilan polisi, pemortalan kebun, hingga pembongkaran halte desa oleh perusahaan karena dianggap berada di atas lahan “mereka”. Bahkan revitalisasi halte seluas 4×2 meter menjadi alasan kriminalisasi kepala desa.
Fakta Melawan Retorika
Yang membuat karya ini berdaya adalah kekuatan datanya. Buku ini menampilkan dokumen hukum, surat resmi, SK BPN, hasil gugatan Komisi Informasi, hingga prosedur hukum yang dilanggar, misalnya surat penangkapan yang baru diberikan setelah warga dibawa ke kantor polisi.
Semua informasi dalam buku ini diverifikasi dan faktual. Tak ada satu pun klaim imajiner atau hiperbola yang dilepaskan tanpa dasar. Di sinilah integritas jurnalisme benar-benar diuji dan bisa dikatakan lulus.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dalam proyek kolaboratif bernama Jokotopia, menyusun buku ini sebagai bagian dari upaya mendokumentasikan pelanggaran hak warga dalam proyek pembangunan nasional. Para penulis bukan hanya jurnalis profesional, melainkan juga warga jurnalis yang memahami denyut lokalitas.
Mereka menyamar, menembus batas birokrasi, hingga menghadapi intimidasi. Namun dari situ, muncul narasi tandingan yang menyentuh dan memukul pada saat bersamaan.
Mengapa Buku Ini Penting?
Karena di tengah era pembangunan tanpa rem, suara warga mudah direduksi sebagai “penghambat kemajuan”. Buku ini menunjukkan bahwa pembangunan tanpa keadilan hanya akan memperluas jurang ketimpangan.
Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional bukan hanya dokumentasi konflik lahan, tetapi juga rekam jejak perlawanan sipil terhadap pemusatan kuasa. Buku ini penting dibaca oleh pembuat kebijakan, jurnalis, akademisi, dan siapa pun yang percaya bahwa tanah bukan sekadar aset, melainkan identitas dan keberlanjutan hidup.
Dus, sebagaimana yang ditulis Nany Afrida dalam pengantar buku ini, “Pembangunan sejati adalah tentang keadilan, bukan sekadar infrastruktur. Tentang manusia, bukan sekadar target dan angka.” Buku ini menjadikan jurnalisme bukan hanya cermin, tapi juga kompas moral di tengah kabut kekuasaan.
Bila Anda ingin memahami pembangunan dari perspektif korban, bukan pelaksana, buku ini tak boleh dilewatkan.

Data Buku:

Judul: Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional
Penulis: Anza Suseno, Arif Fadillah, Bambang Arifianto, Fadli Kayoa, Fitri Wahyuningsih, Kartika Handayani, Mahmud Ici, Mario Pierre Panggabean, Muhammad Razil Fauzan, Muhibar Sobary Ardan, Rangga Firmansyah, Sahrul Jabidi, Suryani S. Tawari, Virliya Putricantika
Mentor: Betty Herlina, Bayu Wardana, Nany Afrida
Editor Buku: Sunudyantoro
Penyusun Naskah: Efrial Ruliandi Silalahi
Desain Cover dan Tata Letak: The Docallisme Studio
Cetakan Pertama: Mei 2025
Ukuran Buku: 14,8 x 21 cm (ukuran A5)
|WAW-JAKSAT