Marak Rangkap Jabatan, Mengusik Rasa Keadilan

Oleh : Imam Wahyudi (iW)

IRONISME! Puluhan ribu pencari kerja harus berdesakan dan bercucur keringat. Adalah potret buram ledakan pengangguran di negeri ini. Di Medan Merdeka Utara yang teduh, justru mudah berbagi rangkap jabatan.

Seolah tak ada lagi anak bangsa yang kaliber mumpuni untuk diakomodasi. Jabatan mentereng pemerintahan, tentu kualifikasi prestasi mumpuni. Bukan tak mungkin, cukup banyak di antara yang terpaksa antri lowongan kerja — punya kompetensi dan kapasitas untuk loncat tinggi. Mereka merangsek arena Job Fair yang mengumbar harapan, tapi zero kesempatan. Zonk!

Tidak cukupkah jabatan wamen (wakil menteri) yang prestisius itu, hingga perlu rangkap jabatan? Sebagian besar diberikan bonus kursi komisaris di lembaga lain. Utamanya di perusahaan milik BUMN. Rangkap jabatan, rangkap pula pendapatan. Terkesan dimanjakan, uenaak tenan. Sementara barisan rakyat tanpa  kerja berteriak: Fairplay, please..!

Ambigu, ketika kebijakan nasional tentang penghematan anggaran tidak dibarengi kepatutan lainnya. Alih-alih pendekatan “ramping struktur kaya fungsi”. Bahkan sejak bayang kekhawatiran kabinet jumbo.

Kabinet Merah Putih pimpinan Presiden Prabowo mencapai 111 orang. Meliputi tujuh menko, 48 menteri, 56 wakil menteri dan delapan pejabat setingkat menteri. Tak semata untuk mengakomodasi semua. Bersamaan itu, justru memicu spekulasi cawe-cawe rezim Jokowi dengan kalkulasi ikut berinvestasi politik.

Mengingatkan “Kabinet 100 Menteri” era orde lama, berjumlah 132 menteri. Terbanyak dalam sejarah. Namun kritik tajam, menjadikan kabinet itu hanya berusia 35 hari (24 Februari – 28 Maret 1966).

Kabinet kali ini, jumlah terbanyak sejak reformasi 1998. Biasanya antara 33 – 36 menteri, kecuali era transisi BJ Habibie yang berjumlah 37 kementerian. Hal membedakan, “kabinet 100 menteri” dulu dan sekarang di antaranya pada jumlah penduduk. Populasi 1966 sekira 97 jiwa atau sepertiga dibanding kini.

***

RANGKAP jabatan yang marak itu bagai “hantu siang bolong” bagi barisan pencari kerja. Menakutkan. Begitu masif di semua tingkatan dan bidang kerja.

Jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Teriakan pilu menembus langit, ketika ijazah level tinggi pun tak lagi jadi jaminan masa depan.

Arya Sinulingga yang terdepak dari jajaran komisaris Telkom Indonesia, nyatanya tak berarti satu kursi lowongan kerja bagi peminat Job Fair. Bahkan sudah langsung diisi Angga Raka Prabowo yang menjabat Wamen Komdigi.

Sebelumnya, Arya rangkap jabatan sebagai Staf Khusus di Kementerian BUMN sejak 2019 dan Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Kedua lembaga itu dipimpin sohibnya, Erick Thohir yang konon tengah dipreteli peran dominannya di BUMN.

Fahri Hamzah pun melontar kritik keras ikhwal rangkap jabatan pejabat negara di BUMN. #StopRangkapJabatan #StopConflictofInterest,” tulisnya melalui akun tertanggal 16 Juli 2020 lalu. Jelas, memicu konflik kepentingan.

Publik pastilah sependapat.  Namun, saat Fahri memperoleh jabatan rangkap itu — Fahri pun diam seribu bahasa. Membisu dan sembunyi. Tak lama direkrut menjadi Wamen Perumahan dan Kawasan Permukiman, ia merangkap jabatan sebagai Komisaris Bank BTN (Bank Tabungan Negara).

Selain Angga Raka dan Fahri Hamzah, deretan wamen lainnya merangkap jabatan. Antara lain :
1. Wamen Komdigi, Nezar Patria merangkap Komisaris Utama PT Indosat;
2. Wamen BUMN, Kartika Wirjoatmodjo (Komisaris BRI);
3. Wamen BUMN, Aminuddin Ma’ruf (Komisaris PT PLN);
4. Wamen Keuangan, Suahasil Nazara (Wakil Komut PLN);
5. Wamen Imigrasi dan Pemasyarakatan, Silmy Karim (Komisaris Telkom);
6. Wamen Pertanian, Sudaryono (Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog);
7. Wamen Perdagangan, Dyah Roro Esti (Komut PT Sarinah);
8. Wamen Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani (Komisaris PT Semen Indonesia);
9. Wamen Pertahanan, Donny Ermawan Taufanto (Komut PT Dahana);
10. Wamen Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro (Komut PT Jasamarga);
11. Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia, Isyana Bagoes Oka (Komisaris PT Dayamitra Telekomunikasi);
12. Wamen Desa dan PDT, Ahmad Riza Patria (Komisaris Telkomsel);
13. Wamen Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono (Komut Telkomsel);
14. Wamen Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono (Komisaris PT Pertamina Bina Medika IHC);
15. Wamen Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ossy Dermawan (Komisaris Telkom);
16. Wamen Kelautan dan Perikanan, Didit Herdiawan Ashaf (Komut PT Perikanan Indonesia);
17. Wamen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung (Komisaris Bank Mandiri);
18. Wamen Perhubungan, Suntana (Komut PT Pelabuhan Indonesia);
19. Wamen Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti (Komut PT Brantas Abipraya);
20. Wamen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Helvi Yuni Moraza (Komisaris Bank BRI);
21. Wamen Kebudayaan, Giring Ganesha (Komisaris GMF AeroAsia, anak perusahaan PT Garuda Indonesia).

Tampaknya masih ada dan menyusul nama lainnya. Bahkan tercatat 39 pejabat Kementerian Keuangan juga  rangkap jabatan.

Di antara kritik tajam, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan — Hasan Nasbi malah berdalih. Bahwa rangkap jabatan tersebut tidaklah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019. Hanya menyoal klausul yang tak tersurat. Padahal larangan berlaku untuk menteri, yang mestinya dimaknai bersifat menyeluruh. Berlaku pula untuk wakil menteri. Senafas hak prerogatif presiden dalam mengangkat dan memberhentikan.

Pun UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tegas mengatur larangan rangkap jabatan bagi pelaksana pelayanan publik, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN).

Wasit merangkap pemain pemain mestinya haram. Bukan lagi adab dan etika yang mesti dijunjung. Presiden Prabowo Subianto senantiasa menggaungkan semangat Asta Cita. Pembangunan yang berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Karenanya, sangat diharapkan berlaku koreksi terhadap pemahaman larangan rangkap jabatan. Pada gilirannya, jaminan bagi segenap anak bangsa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan secara layak. Berkeadilan dalam arti dan makna seutuhnya.***

*) jurnalis senior di bandung